024

228K 10.3K 150
                                    

The memories that mess up my mind

The memories that mess up my mind

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⬇⬇⬇

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan selain berjongkok di depan pintu gerbang rumah Krystal. Aku berhasil keluar dari pesta terkutuk itu dan juga lolos dari incaran Jacob. Aku juga telah menghubungi Steven, sebentar lagi dia akan datang.

Kedua tanganku berada di atas kepala, memegang rambutku yang berantakan. Air mataku tidak bisa berhenti keluar. Pikiranku terus membayangi lidah Leo yang berada dalam mulutku. Sialan! Sialan! Aku muak pada diriku sendiri. Ini benar-benar menjijikan! Kenapa aku tidak memakinya saat itu? Kenapa aku tidak menamparnya? Dan yang terpenting adalah, mengapa aku tidak menghindari ciuman itu seperti yang aku lakukan waktu di Indonesia? Waktu kakak kelasku berniat menciumku di bulan kedua kami pacaran?

Sekarang Leo mendapati bibirku. Ini benar-benar memalukan. Aku tidak pernah membayangkan kalau orang yang paling aku benci adalah orang pertama yang mendapati ciumanku. Ah, ini benar-benar membuatku gila. Leo drives me really crazy. That's fucking asshole!

"Anna?!" Suara Steven terdengar panik, "Hei, ada apa denganmu? Apa yang terjadi? Mengapa kau menangis seperti ini?"

Aku tidak menjawab apa-apa justru semakin terisak.

"Anna, tolong jangan membuatku takut..." Mohon Steven ikut terjongkok di depanku dan memegang bahu kananku. "Please, katakan. Apa yang terjadi denganmu?"

Aku mengelap air mataku dengan kedua tangan, lalu menatap Steven dengan mata bengkak, "Stev, aku ingin pulang."

Steven mengerti kalau aku butuh waktu untuk menceritakan apa yang terjadi, maka alih-alih memaksaku untuk menjelaskan, ia justru menganggukan kepalanya dan mengangkat badanku agar berdiri.

"Ayahmu akan segera datang. Kita harus ke rumah dan mengganti baju. Kau bisa menceritkannya nanti." Ujar Steven di sampingku dengan nada penuh perhatian.

Aku mengangguk pelan menyetujui kalimatnya. Aku bersyukur ia mengerti suasana hatiku sekarang.

➰➰➰

Sudah pukul 10 lewat 7 menit, namun Ayah belum menelpon. Aku keluar dari kamar mandi Maggie setelah mengganti baju, membasuh wajah dan mengikat rambut. Walaupun isi keplaku masih belum sepenuhnya terbebas dari bayangan Leo, setidaknya tampilanku sudah lebih membaik dari sebelumnya. Ayah tidak boleh melihat wajah sembabku kalau nanti ia datang menjemputku.

"Kau tidak ingin membicarakannya?" tanya Steven, ia duduk di kursi depan meja belajar Maggie, masih dengan kameja yang ia kenakan di pesta.

"Aku akan membicarakannya nanti." Ujarku, bukan bermaksud untuk menutupi kejadian itu pada Steven, hanya saja aku rasa ini bukan waktu yang tepat untuk menceritakannya, aku belum siap membayangkan kejadian itu.

"Baiklah." Ia tersenyum memaklumi. "Tapi, apa kau keberatan jika aku mengatakan sesuatu?"

Aku duduk di atas kasur, menatapnya sesantai mungkin. "Apa itu?"

"Aku harap ini menjadi kabar baik untukmu." Kata Steven seketika membuatku penasaran. "kau tau, aku mendapatkan beberapa foto tentang anggota Griffin di lantai dua."

"Benarkah?" Mataku membelalak antusias. "What's that?"

"Aku melihat beberapa dari mereka menghisap ganja di sebuah ruangan. Krystal dan teman-temannya ada di sana. Sekitar 7 orang."

"Wow. Itu berita bagus, Stev. Apa kau mendapatkan foto yang bagus untuk dimuat di kabar berita?"

"Aku memfoto mereka berkali-kali. Walaupun dari jarak jauh, tapi pasti ada salah satu dari gambar itu yang menarik."

Kedua tanganku langsung menyatu di depan dada. Raut wajahku berubah seri. "Waaah, ini kabar yang bagus Stev. Tapi apa mereka mencurigaimu?"

Steven menggelengkan kepalanya. "Aku bersukur mereka mabuk, sehingga tidak ada dari mereka yang menyadari kehadiranku. Lalu bagaimana denganmu?"

"Aku... " Ucapanku sedikit tertahan, lalu aku segera melanjutkannya. "Aku mendapatkan sesuatu."

"Apa itu?" tanya Steven penasaran.

"Aku melihat Jacob sedang berciuman dengan seorang pria di dalam bilik kamar mandi."

"Holy crap! Benarkah?!" Tanya Steven terkejut. Mata coklat terangnya yang masih mengenakan kontak lensa terbuka lebar. "Unbelievable! Jacob selalu membully siswa gay di sekolah. Dan ternyata dia juga adalah gay?!"

Sebenarnya Gay adalah sesuatu yang lazim di Amerika. Pemerintah telah melegalkannya. Hanya saja masih ada sebagian dari penduduk sini menganggap kalau itu adalah sebuah penyimpangan. Mereka-mereka itu cenderung homofobia. Tidak menyukai atau bahkan membenci sesuatu yang berbau LGBT. Dan Steven--juga sebagian siswa di sekolah--beranggapan kalau Jacob adalah homofobia. Maka berita ini akan menjadi kabar mengejutkan kalau saja tersebar di artikel majalah CHS.

"Mungkin Jacob melakukan itu untuk menutupi gairah sex-nya. Aku rasa dia tidak ingin ada yang tahu."

"Masuk akal." Sahut Steven menyetujui opiniku. "Lalu apa kau mendapatkan foto mereka?"

Aku menggeleng lemah, "Tidak. Aku terlalu shock saat itu. Belum sempat aku mengambil gambar, kakiku lebih dulu terpeleset dan akhirnya ketahuan."

"Oh God! Jadi, apa gara-gara ini, kau menangis di Pesta tadi? Jacob melakukan sesuatu padamu?!" tanyanya cemas.

"Tidak Stev. Aku langsung lari sebelum Jacob sempat memergokiku." Ujarku, "Dan aku menangis bukan karena itu."

"Lalu?"

Hatiku sudah agak mendingan, dan aku berpikir inilah saatnya untuk mengatakan pada Steven tentang kejadian itu, tentang Leo mengambil ciuman pertamaku. Mungkin dengan mengatakan pada seseorang bebanku sedikit berkurang. Karena sungguh, aku tak ingin dibayang-bayangi oleh rasa kesal pada diri sendiri. Rasa menyesal karena tidak menahan diri pada ciuman sialan Leo!

Namun baru saja aku ingin bercerita, ponselku yang berada di meja belakang Steven lebih dulu bersuara.

"Oh. Ayahmu menelpon Anna." ucap Steven meraih benda pipih itu dan memberikannya padaku. "Sepertinya dia sudah berada di depan."

"Aku akan menceritakannya hari senin di sekolah." Kataku sebelum mengangkat telpon Ayah dan pergi dari rumah Steven.

➰➰➰

To Be Continued

SWITCHOVER (Book I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang