⬇⬇⬇
Waktu menunjukkan pukul 9 malam saat aku keluar rumah dan mengunci pintu. Tadi sore Ayah pulang ke rumah untuk mandi dan sekalian mengantarkan sepedaku yang tertinggal di apartemen Caroline. Tapi Ayah telah kembali bertugas karena masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Dan malam ini, tanpa rasa ragu, aku mengayun sepedaku menuju sekolah.
Bermodal tekad yang kuat, aku pergi sendiri. Biasanya aku ditemani Steven untuk melakukan kegilaan seperti ini. Tapi aku tidak ingin menyusahkannya karena dia pasti sedang sibuk menangani Angela yang sedang berduka. Aku sebenarnya takut, tetapi aku membuang jauh-jauh perasaan itu. Aku harus menemukan senjata dan membuktikan pada semua orang bahwa Jacoblah otak dibalik kegilaan yang terjadi sekarang.
Aku memarkirkan sepedaku di depan gedung sekolah yang tampak gelap. Situasi malam ini hening dan cukup dingin mencekam kulit, namun untungnya aku mengenakan sweater merah dan jeans panjang berwarna hitam. Dan di dalam kantong celanaku ada pepper spray—sebagai alat perlindungan diri kalau saja aku dalam keadaan bahaya nanti. Itu memang bukan senjata jitu untuk situasi seperti ini, tapi setidaknya aku telah berjaga-jaga.
Setelah menarik napas panjang, aku akhirnya memberanikan diri melangkahkan kaki masuk ke gedung sekolah. Aku menyalakan senter untuk menerangi jalanku. Aku bisa melihat sisa dari penyerangan geng Cerberus tadi pagi, banyak bekas pecahan kaca jendela yang berhamburan di lantai, juga batu-batu yang terhampar sembarangan.
Brak!
Napasku tercekat. Langkahku tiba-tiba berhenti, karena secara tidak sengaja aku mendengar sebuah benda jatuh dari arah koridor lain. Aku mematikan cahaya senterku cepat-cepat. Punggungku menempel ke dinding untuk sedikit menyembunyikan badanku. Oh God! Siapa yang datang ke sekolah malam-malam begini selain aku? Dadaku naik turun menggebu.
Ketika sampai di ujung koridor, aku memiringkan kepalaku, memandang ke arah lorong lain di sisi kanan. Mataku langsung melebar. Dengan pencahayaan sinar bulan, aku bisa melihat seseorang sedang berjalan di lorong itu. sama sepertiku, dia membawa senter dan tampak sedang mengotak-atik sesuatu. Apa yang dia lakukan? Siapa itu? Tepat saat pertanyaan itu muncul di dalam kepalaku, orang itu akhirnya meluruskan badannya, wajahnya sedikit menyamping, namun dengan jelas aku bisa melihat rambut panjangnya yang terikat.
Wait... Bukankah itu Krystal?!
Ya. Tidak salah lagi. Itu Krystal. Tubuh ramping dan rambut pirangnya sangat mencolok.
Krystal mulai berjalan ke lorong lain. Dengan rasa penasaran yang tinggi, aku mengikuti langkahnya dari belakang. Pelan-pelan dan dengan sangat hati-hati aku menggerakkan kakiku. Sebisa mungkin aku tidak menimbulkan suara agar tidak mengundang perhatian. Namun...
Krek!
Sial! Kakiku menginjak pecahan kaca. Tubuhku membisu. Dalam hitungan detik, Krystal memutar tubuhnya ingin melihat ke belakang, namun belum sempat matanya menangkapku, detik itu juga sebuah tangan menarik tubuhku ke samping kiri. Gerakan itu begitu cepat dan sangat tiba-tiba. Mulutku dibungkam, dan tangannya mengancingku dari belakang. Dia membawaku bersembunyi di balik pintu kelas yang terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWITCHOVER (Book I)
RomanceBAB MASIH LENGKAP Dark Young Adult (18+) Setelah Ibunya memutuskan untuk menikah lagi bersama pria lain yang memiliki dua anak remaja. Naomi memutuskan untuk pindah ke Chicago dan tinggal bersama Ayahnya. Karena Naomi tidak suka hidup bersama saudar...