036

227K 11.2K 1K
                                    

The other side of him

The other side of him

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⬇⬇⬇


"Kenapa kau selalu menggangguku?" Tanyaku. Adrenalinku benar-benar meningkat hanya dengan menatap matanya. "Berhenti mengolok-olokku! Aku muak dengan semua perlakuanmu. Dan aku tidak akan membiarkanmu melakukannya lagi!"

Aku membenci sikapku saat ini, aku selalu berusaha untuk bersikap baik pada orang-orang, tapi Leo selalu bisa memancing suasana hatiku. Aku benci dia memiliki kendali untuk mengeluarkan sisi buruku.

"Kenapa kau bersikap seperti ini, Anna?" Tanya Leo melipat tangan di depan dada. "Kau mengatakan sikapku berubah-ubah. Tapi lihat dirimu saat ini. Beberapa menit yang lalu kau tersenyum bersama Dylan dan sekarang kau berteriak di depanku." Katanya datar.

"Sikapku adalah bagaimana sikapmu terhadapku. Kau yang memulai semua ini." Kataku berusaha sekuat tenaga tidak melampiaskan kekesalan, karena beberapa siswa baru saja datang dan mengambil tempat duduk yang tak jauh dari arah kami.

"Katakan, kenpa kau marah?" Tanya Leo setenang mungkin. Aku penasaran dimana wujud kasar Leo tersembunyi, dan kapan itu akan keluar. Aku tidak suka berhadapan dengan wujudnya yang sekarang. Sikap brengseknya akan lebih memudahkanku untuk mengakhiri semua omong kosong ini.

"Karena kau mempermainkanku seperti orang idiot. Kau sengaja memancing perasaanku lalu menendangku seperti sampah."

"Berarti kau menginginkan aku menuntaskannya malam itu? Kau ingin aku menyentuhmu, begitu?"

Mataku membelalak lebar. Mulutku langsung terkatup dan mataku menoleh pada orang-orang di sekeliling kami. Aku bersumpah kalau sampai mereka mendengar perdebatan kami, aku akan membungkus kepalaku dengan karung.

"Bukan... Tidak... Bukan seperti itu." Kataku tergagap. Sialan, mengapa aku terlihat benar-benar seperti orang idiot?

Sudut bibir Leo terangkat, "berarti tidak seharusnya kau marah. Karena kau tidak menginginkanku."

Tanganku mengepal dan napasku memburu. Aku tidak tahu harus menanggapi bagaimana lagi. Aku benar-benar terjebak dalam ucapannya.

"Okay. Jadi bisakah kita hentikan ini sekarang? Karena aku benar-benar muak."

"Jadi, apa kau menyerah?" Tanya Leo tersenyum menyebalkan. Apa perdebatan kami seperti kompetisi di matanya? "tapi sayangnya aku belum ingin mengakhiri ini." Katanya ada jeda. "sebelum kau jujur pada dirimu sendiri."

"Aku tidak pernah membohongi diriku sendiri." Ujarku penuh penekanan.

Leo terkekeh lalu membasahi bibir bawahnya dengan lidah, "Jangan berusaha terlalu keras. Aku tahu Anna, ada sesuatu yang sengaja kau sembunyikan di dalam dirimu. Kau terlalu takut untuk mengeluarkannya. Karena kau tahu ini adalah pertama kalinya bagimu."

Tanganku mengepal semakin kuat.  "Kau berpikir bahwa kau selalu benar bukan? Tapi tidak Leo. Kau salah. Aku tidak pernah merasakan hal seperti itu padamu."

Dia tersenyum. Senyum yang menyebalkan itu. Benar-benar menyebalkan karena berhasil mengganggu pikiranku.

"Jangan memanipulasi seseorang yang pintar memanipulasi, karena kau akan terlihat bodoh dimatanya." Dia tertawa bermaksud untuk menjatuhkanku, "Kau tidak bisa berbohong Anna."

Dia benar-benar membuatku frustrasi. Aku memutar balik badanku berniat untuk pergi tanpa meneruskan perdebatan konyol itu, tapi lagi-lagi Leo berhasil menahan tanganku.

"Hentikan Leo!" Hardikku menyentak tangannya kasar. "Mengapa kau memaksaku untuk mengakui apa yang aku rasakan kalau kau sendiri tidak ingin mengungkapkan apa yang kau sembunyikan? Tapi ya, aku tahu Leo! Aku tau kau sengaja membuatku merasakan hasrat itu. Itu adalah tujuanmu sebenarnya. Kau yang menciumku pertama kali. Kau ingin menyakitiku. Kau ingin balas dendam pada Ayahku!"

"Jadi itu yang kau pikirkan? Aku sengaja membuatmu merasa untuk menyakiti hatimu?"

"Itu adalah tujuanmu, Leo." Kataku berusaha mengontrol nada ucapanku. Aku masih ingat kata-kata Leo saat dia membawaku ke belakang sekolah.

Aku tidak suka diusik, tapi kau selalu berada di dekatku dan membuaku ingin melakukan hal-hal jahat padamu. Maka jangan salahkan aku jika melakukannya.

"Tapi aku tahu, ini adalah salahku. Aku yang keras kepala karena terus berada di sekitarmu padahal kau sudah memperingatiku berkali-kali. Maka sekarang aku menyerah Leo. Aku akan berusaha tidak peduli dengan apa yang terjadi padamu. Aku akan membuang rasa simpatiku darimu. Mulai sekarang aku akan benar-benar menjauh. Sesuai keinginanmu." Kataku benar-benar menyerah. Aku lelah menghabiskan waktu berdebat dengannya.

"Tidak. Jangan lakukan itu."

Mataku membelalak spontan dan jantungku terasa berdetak keluar dari rusukku. Sepertinya terjadi gangguan pada telingaku sehingga aku mendengar sesuatu yang salah.

"Kita tidak bisa menjauh karena rumahmu di samping rumahku dan kita satu sekolah."

Aku menautkan kedua alisku. Apa kepala Leo terbentur sesuatu? Dimana harga dirinya yang tinggi itu? Dan dimana Leo yang gengsi dan keras kepala?

"Kau benar, aku tidak seharusnya membencimu. Kau menyembuhkan lukaku dan itu cukup membuktikan kalau kau tidak berada di pihak Ayahmu."

Kejujuran Leo benar-benar membuatku tercengang. Ini benar-benar baru bagiku. Aku tidak terbiasa berhadapan denganya dalam wujud halus dan tenang seperti ini. Hatiku bisa rentan dibuatnya. Aku tidak ingin merasa iba. Apa ini trik lain darinya untuk memanipulasi orang lain?

"Apa kau bersungguh-sungguh sekarang?"

"Aku bersungguh-sungguh." Ujarnya,

Aku menelan salivaku. Okay. Jadi apa yang harus aku katakan sekarang?

"Apa lukamu sudah sembuh?" Tanyaku seperti orang idiot. Ini adalah peralihan topik yang buruk. Aku harap Leo tidak menyindirnya.

"Belum. Tapi Krystal sudah mengganti perbannya tadi pagi."

Kenapa aku selalu kesal setiap kali dia menyebutkan nama wanita itu?!

"Oh. Baguslah. Dia mengurusmu dengan baik."

"Ya. Aku beruntung memilikinya." katanya yang entah mengapa terdengar seperti ejekan di telingaku.

"Ya. Kau beruntung." Aku memutar bola mataku tanpa sadar. Bodoh! Mengapa aku melakukan itu?

"Anna?!" Teriakan dari arah belakang mengalihkan fokusku, aku menoleh spontan dan mendapati Steven sedang berjalan ke arah kami.

"Kurasa aku harus pergi." Ucap Leo sebelum Steven sampai di samping kami. "See you around, Anna." Katanya tersenyum.

Aku merasa pembicaraan kami belum tuntas. Tapi ia memilih pergi karena ada Steven. Begitu mataku menatap punggung Leo yang mulai menjauh, kepalaku memutar peristiwa beberapa menit yang lalu bersamanya. Aku tidak tahu mengapa sikap Leo bisa berubah seperti itu, tetapi aku sadar, semakin aku mencari tahu tentang dirinya akan semakin memperburuk situasiku. Aku tidak boleh penasaran padanya.

➰➰➰

Maaf telat update. Ada sesuatu yang bkin mood aku hancur. Tapi karena aku udah janji sama kalian mau up hari ini, makanya aku tetep usahain tadi nulis.

Maaf kalau part ini tidak memuaskan. Dan makasih buat yang masih setia nunggu

SWITCHOVER (Book I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang