BAB MASIH LENGKAP
Dark Young Adult (18+)
Setelah Ibunya memutuskan untuk menikah lagi bersama pria lain yang memiliki dua anak remaja. Naomi memutuskan untuk pindah ke Chicago dan tinggal bersama Ayahnya. Karena Naomi tidak suka hidup bersama saudar...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⬇⬇⬇
Menurut informasi yang aku dapatkan dari Steven, Griffin adalah geng besar yang diwarisi turun temurun. Biasanya para penerus Griffin adalah anak-anak dari para anggota geng sebelumnya, maka hanya orang-orang terpilih yang bisa masuk ke dalam sana. Tidak hanya berkuasa di Chicago High School, nama geng Griffin juga cukup terkenal di lingkungan kota Chicago bagian barat. Melihat fakta ini aku jadi mengingat tv seri barat yang pernah aku nonton, Riverdale. Aku pikir hanya di film saja ada hal seperti itu, tapi ternyata di dunia nyatapun ada.
"Hei. Apa kau tidak lapar?" Steven bertanya. Aku mendongak menatapnya yang kini berdiri di samping mejaku.
"Aku haus." Kataku menjawab pertanyaan Steven. Pria berambut merah itu adalah satu-satunya siswa yang sedari tadi mengajakku berbicara selama berada di CHS.
"Ayo ke kafetaria." Ajaknya dengan sedikit menggerakkan kepala.
Aku beranjak dari kursi lalu membawa buku-bukuku untuk disimpan di dalam loker. Di Amerika menerapkan sistem ganti kelas, maka aku tidak bisa meletakkan buku di dalam kelas Sastra, karena nantinya kelas itu akan di tempati oleh siswa yang lain lagi.
"Oh iya, kau mengambil pelajaran apa untuk mata pelajaran pilihan, Anna?" Steven bertanya di sampingku. Kami kini berada di koridor menuju kantin.
"Publishing." Jawabku.
"Kau suka menulis?"
"Ya, seperti itu lah. Kau sendiri mengambil apa?"
Steven menjawab, "Career and Technical Education."
"Tak heran lagi, siswa jenius sepertimu pasti akan memilih itu."
Steven tertawa, ia menaikkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. "What? Kau bahkan baru mengenalku beberapa jam yang lalu, Anna. Tapi kau sudah mengatakan aku jenius."
"Aku bisa menebaknya."
"Really?"
"Yes! Tapi apakah itu benar, kalau kau pintar?" Tanyaku menoleh padanya.
Ia mengangguk singkat. "IPK-ku 4."
Aku menganga tidak menyangka. Ternyata Steven benar-benar siswa yang pintar. Suatu keberuntungan bisa menjadi temannya. Tapi kepintaran tidak menjadi tolak ukur untuk disegani di CHS. Sebaliknya, karena kepintaran Steven itu, justru banyak siswa yang membulinya. Aku jadi prihatin dengan sekolah ini.