11. So Are You Happy Now?

1.1K 107 6
                                    

Terinspirasi dari:

*Lagu IU feat Suga-Eight*

*Novel Tere Liye-Hujan*

Selamat Membaca

.

.

So Are You Happy Now?

.

.


Jimin frustasi.

Setahunya, ia hanya diizinkan mengecap kebahagiaan sampai di usia 14 tahun. Semuanya Jimin miliki. Mulai dari kasih sayang ayah dan ibunya, kehidupan sekolah yang menyenangkan, teman-teman yang ramah, dan tetangga yang sering menyapanya.

Setahu Jimin, memasuki usia 15 tahun, apa yang ia punya pergi satu per satu. Ayahnya meninggal akibat serangan jantung, dengan membawa cap buruk dari masyarakat karena dituding melindungi pembunuh yang telah membantai satu keluarga. Belum genap sebulan, seolah tak kuat dengan hinaan orang sekitar, Ibu Jimin menyusul mendiang suaminya lewat jalan bunuh diri.

Jimin yang waktu itu pulang ke rumah usai sekolah, disambut dengan mayat sang ibu yang menggantung. Tak ada isak tangis saat itu. Karena pikiran Jimin didominasi kekecewaan pada ibunya yang tega meninggalkannya seorang diri. Maka sejak saat itu, hinaan terus membuntuti hari-hari Jimin. Meski telah lulus SMP, nyatanya Jimin masih menjadi bahan perbincangan saat duduk di bangku SMA. Membuat laki-laki mungil itu tumbuh menjadi anak pemurung dan menutup diri.

Ia tak ingin bunuh diri. Jimin masih memiliki keyakinan bahwa mengakhiri hidup dengan mendahului takdir, adalah sebuah dosa. Maka, setelah lulus SMA, Jimin memutuskan untuk bekerja, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Ia ingin terlahir kembali dengan ingatan baru.

Korea telah menciptakan alat begitu canggih bagi makhluk-makhluk yang frustasi akan hidup mereka. Sebuah alat yang bekerja untuk menghapus ingatan, agar manusia bisa terlahir kembali tanpa perlu ingat kembali apa itu kesedihan dan kesakitan.

Sayangnya, jasa itu memerlukan biaya besar. Jimin baru datang ke tempat tersebut usai bekerja menjadi pelayan kafe selama tiga tahun. Yakin dengan keputusannya, atau mungkin sefrustasi itu dengan pikirannya sendiri, Jimin mantap datang ke sana. Bertahun-tahun hidup dibayangi kematian orang tua, serta hinaan dari mulut manusia yang tak pantas disebut manusia, Jimin akhirnya tiba di Laboratorium Annyeong.

Seingat Jimin, ia tidur di sebuah tabung kaca. Hal terakhir yang ia lihat, adalah cahaya lampu yang begitu terang hingga membuat matanya silau dan perlahan menutup. Seingat Jimin begitu, tapi kenapa sekarang ia justru berada dalam dekapan seseorang?

Hangat. Sungguh pelukan ini begitu hangat. Kapan terakhir Jimin merasakannya? Ah, apakah saat sebelum ayahnya pergi? Atau sebelum Jimin berangkat sekolah, sang ibu memeluknya begitu erat dan di hari itu juga malah bunuh diri?

"Sudah kubilang untuk jangan hujan-hujanan. Aku tahu kau suka hujan, Park Jimin, tapi tidak begini juga. Lihat, kau jadi basah kuyup."

Siapa? Siapa pria yang sedang mengusap rambutnya secara lembut dengan handuk, ini? Kenapa tatapan pria ini tampak begitu khawatir?

"Maafkan aku, Yoongi Hyung." Tunggu, kenapa ia tahu nama pria ini? Mulutnya refleks melontarkan kalimat tersebut.

"Lebih baik kau sekalian mandi saja. Hyung akan membuatkan sup untukmu."

ChorusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang