41. Beautiful

871 77 3
                                    

Hai. Kalian pasti—mungkin—bingung saat mendapat notifikasi dari judul cerita yang tampak asing. Iya, aku memutuskan untuk mengubah judul Yoon Min menjadi Chorus.

Kenapa diubah? Jawabannya ada di bawah nanti. Jadi tetap lanjut, ya.

Selamat membaca ^^

*

*

*

Dialah definisi keindahan. Senyum tulus yang membawaku pada kehidupan kedua sebelum aksi menjemput kematian. Pelukan yang mampu membawa kehangatan di sekitar tubuh hingga jantungku. Juga suaranya yang bagaikan nyanyian pengantar tidur. Semua yang ada padanya adalah keindahan.

Andai aku sedikit lebih sabar untuk menghadapi kejamnya kehidupan ini, mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengannya. Mungkinkah sebaliknya? Tuhan justru memintaku untuk berputus asa terlebih dahulu, barulah Dia mengirimkan salah satu malaikatnya untuk menolongku? Ah, lancang sekali aku menyebut nama Tuhan sedangkan terakhir kali kapan aku mengadu pada-Nya tak ingat kapan.

Kupikir, dunia yang kotor ini tidak ada lagi sisa-sisa permata yang mampu menggetarkan hatiku. Nyatanya, kini sosok itu tengah mendekapku di atas ranjang hangat dalam rumah yang jauh dari hunian layak. Namun, bersama Park Jimin, sesuatu yang tampak tak layak menjadi kemewahan tak terhingga untukku.

Masih kuingat bagaimana tangisnya yang pecah untuk orang asing sepertiku. Menahanku dari belakang dengan bisikan-bisikan tentang dunia masih ada sisi indah untuk dijamah. Ketika suara bisikan halus itu mampu membuatku berbalik, saat itulah aku menemukan kebenaran dari ucapannya. Sisi indah itu ada di hadapanku saat ini. Aku memeluknya, saat itu juga—begitu erat. Seolah aku menemukan sebuah lentera untuk menerangi dunia gelapku.

Kau mengajakku pulang ke rumahmu. Ketika pintu terbuka dengan suara nyaring, kau tersenyum canggung seolah menahan malu dengan tempat tinggalmu. Percayalah, fokusku hanya padamu, bukan pintu cokelat itu. Kau, tidak perlu malu, Jimin.

Lagi-lagi senyum canggung itu terbit ketika kau menyuruhku duduk di sofa dengan busa menyembul dengan beraninya. Setelahnya kau pergi ke ruang penyimpan makanan dan minuman. Dua gelas teh panas dalam nampan tersaji di atas meja yang penuh dengan koran coretan merah. Apa saat itu kau sedang mencari pekerjaan, Jimin?

Tidak hanya kehangatan dari pelukan dan segelas teh hangat tawar. Kau juga mengobati luka di kulit wajahku. Apakah kau juga bisa mengobati luka-lukaku lainnya yang tak tampak, Jimin?

Malam berulang hingga seminggu lamanya aku tinggal bersamamu. Bibirku masih saja diam tak banyak bicara. Hanya suara lirih saat menjawab pertanyaanmu tentang siapa namaku. Kendati demikian, aku yang menumpang dan menambah biaya makanmu, tidak sama sekali kau mengusirku. Kau terus-terusan berceloteh seakan aku adalah kawan lamamu—atau mungkin seperti sejoli yang tinggal bersama.

Ceritamu yang menggebu-gebu, sangat terlihat dari bagaimana labium merah jambu itu sedikit maju. Membuatku gusar karena rasa penasaran andai aku membungkamnya dengan bibir milikku. Bagaimana rasanya? Bagaimana tekstur aslinya? Karena hanya sekadar dilihat pun aku seperti sudah tahu kelembutannya.

Aku yang tidak tahu diri ini, lantas mencari jawaban sendiri tanpa permisi. Pipimu yang halus sedikit aku paksa untuk melihatku. Kemudian, semuanya terjadi begitu saja. Aku menciummu meski dulu awalnya hanya kecupan. Tidak ada reaksi menolak atau tindakan menampar. Kau malah menutup matamu usai memandangku dengan tatapan sayu. Hingga aku kembali mengecupmu yang berubah menjadi ciuman dengan dua pasukan tak bertulang saling berperang.

Perasaan kita tumbuh begitu saja. Kau mengatakan hal sama ketika aku mengutarakan isi hatiku bahwa ada rasa sayang dan ingin memilikimu. Tiga minggu aku tinggal bersamamu, kita sudah menjadi sepasang kekasih.

Tidakkah itu terlalu cepat? Jawabannya tidak. Jembatan Sungai Han adalah saksinya. Nyawaku tidak tercebur ke arus air dingin itu, melainkan digenggam Jimin yang menuntunku pulang ke rumah sebenarnya.

Dialah si definisi keindahan. Juga chorus, inti dari lagu-lagu kehidupanku yang mulai adiwarna—bersamanya. Bersama Jimin, aku kembali percaya Tuhan dan memohon kepada-Nya untuk memperpanjang usiaku agar bisa membahagiakan keindahan milikku.



End



Hai ... seperti yang sudah dijelaskan di atas, aku akan menyampaikan alasan kenapa mengubah judul Yoon Min menjadi Chorus.

Dulu, waktu bikin awal-awal ini cerita, bingung mau beri judul apa meskipun konsepnya sudah ditentukan, yakni oneshoot. Jadi, saat memutuskan judul enggak banyak pertimbangan. Ya sudah Yoonmin saja dengan spasi di antara Yoon dan Min hahaha ....

Akan tetapi, lambat laun dan cerita ini sudah satu tahun lebih, aku ingin ada yang baru, yaitu bagian judul.

Yup, Chorus. Kenapa aku memilih judul itu? Karena aku suka hahaha ... sesimpel itu sebenarnya. Namun, kalau mau dijabarkan, juga bisa kok.

Chorus dalam Bahasa Inggris artinya paduan suara. Dalam paduan suara, tidak hanya ada satu bagian suara, melainkan empat, yaitu sopran, alto, tenor dan bass. Pada jurnal yang kubaca, bahkan bisa ada delapan.

Sama seperti Chorus yang di dalamnya berisi beragam alur kisah Yoongi dan Jimin. Meskipun kebanyakan romansa ya di sini hahaha.

Penjabaran lainnya adalah ... pengertian chorus dalam lagu. Chorus adalah inti pesan atau inti cerita dari lagu. Sama seperti pada Chorus ini, yang inti ceritanya hanya pada Yoongi dan Jimin—di luar tokoh Bangtan lainnya, ya.

Astaga, panjang sekali penjabarannya.

Intinya, ini hanya judul saja yang diubah. Untuk tulisan di dalamnya, tentu masih memakai dengan gaya bahasa yang kupakai. Cuma kan, kemampuan menulis setiap orang lambat laun pasti ada kemajuan, dan kuharap aku begitu, tulisanku mengalami kemajuan dan makin enak untuk dibaca sama kalian ^^

Terima kasih sudah berkunjung, sampai jumpa di kisah Chorus lainnya.

ChorusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang