83. Heartbeat || End

657 85 35
                                    

Ada banyak hal yang harus dilalui Jimin hingga bisa tidur nyaman di ranjang empuk milik Yoongi. Iya, Jimin kini tinggal bersama Yoongi di kediaman si CEO Min Corp itu. Banyak hal itu salah satunya adalah tangisan Taehyung dan Sina yang harus berpisah dengan Jimin karena pemuda itu akan ke Seoul, tinggal bersama suaminya.

Berat rasanya meninggalkan tanah kelahiran juga orang-orang yang menyayanginya. Jimin mengira ia hanya akan bertolak ke Kaum Luar yang posisinya masih sepulau dengan Kaum Dalam. Namun, siapa sangka jika takdir memintanya pindah ke kota besar, Seoul yang merupakan pusat pemerintahan Korea Selatan.

Beberapa penghuni Kaum Dalam mungkin tidak terpengaruh dengan kepergian Jimin. Mereka tidak terlalu memiliki memori kenangan dengan pemuda itu. Namun, bagi Sina, Taehyung, dan sejumlah orang lainnya yang pernah berinteraksi dengan Jimin, tentu itu akan meninggalkan perasaan rindu.

"Kau harus bahagia di sana. Aku akan selalu mendoakanmu, Kawan." Itulah yang dikatakan Taehyung saat pelukan perpisahan dengan sahabatnya.

Sementara di sisi lain, sedari tadi Yoongi terus mengamati bagaimana wajah-wajah sendu itu yang akan berpisah nanti. Yoongi sendiri juga tak menyangka bahwa kepergiannya ke pulau ini akan membawa sebuah berlian, yakni Park Jimin yang sampai saat ini masih berpelukan dengan Taehyung.

Hati Yoongi turut tersentuh melihat pemandangan yang diwarnai isak tangis itu. Meski sedikit, nyatanya Jimin memiliki orang-orang yang begitu tulus dan menyayanginya. Kendati begitu, Jimin telah menjadi miliknya—mutlak—dan harus ikut bersamanya. Bukan bermaksud memisahkan, tetapi Yoongi punya rencana selanjutnya.

Maka ketika mereka telah siap untuk keluar dari pulau, Yoongi secara khusus menyiapkan dokter untuk berjaga-jaga apabila ada sesuatu yang terjadi pada Jimin. Bisa dikatakan bahwa Jimin keluar dari zona nyamannya. Yoongi hanya tak ingin adaptasi membuat Jimin terluka.

Selama perjalanan menuju Seoul pun Jimin tidak berhenti memeluk Yoongi untuk menyembunyikan tangisnya. Kata Yoongi, ia boleh mengeluarkan semua kesedihannya asal tidak berkelanjutan.

"Bukannya aku tidak bahagia ikut bersamamu, tetapi mereka telah bersamaku selama puluhan tahun," kata Jimin saat itu.

"Aku tahu. Aku juga tidak ingin egois dengan perasaan yang kau rasakan saat ini. Kalian punya ikatan yang kuat dan aku berharap juga begitu."

"Bukankah ikatan kita sudah kuat?"

"Ya, kau benar dan aku ingin membuatnya kian kuat."

Kembali ke masa sekarang, yakni Jimin yang terbangun dari kasur empuk usai semalam bergulat dengan Yoongi. Sudah seminggu ia berada di sini dan selama itu pula, perlakuan Yoongi membuatnya tersanjung dan perasaan menyayangi kian tumbuh pesat. Menurut Jimin, Yoongi memperlakukannya dengan sangat baik. Yoongi membantunya beradaptasi dengan lingkungan sekitar tanpa menggurui.

Kendati keadaannya seperti ini, Yoongi tetap menaruh respek pada Jimin dan tidak mengusik rasa nyaman pemuda itu, misalnya malam panas kedua yang mereka lakukan. Aksi saling memberi itu tidak lepas dari persetujuan Jimin. Sebenarnya, yang muda juga menginginkan, hanya saja Jimin masih malu untuk mengatakannya.

Jimin sedikit merintih ketika mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Tangannya secara random mengusap selimut yang dari awal menarik indera perabanya. Tiba-tiba sensasi asing itu menyerang Jimin hingga ia terdiam cukup lama. Jimin diam bak orang melamun sampai suara pintu terbuka membangunkannya.

"Selamat pagi." Itu Yoongi yang kemudian memberikan kecupan di kepala Jimin. "Bagaimana tidurmu semalam?"

"Nyenyak seperti biasanya. Bagaimana denganmu, Yoongi?"

"Tidak berbeda denganmu. Belakangan tidurku selalu nyenyak dan tidak lagi mimpi buruk."

"Kau sering mimpi buruk?" tanya Jimin karena Yoongi belum pernah membahasnya. Sebenarnya masih banyak pertanyaan untuk memahami satu sama lain. Salah satunya mimpi buruk itu. Namun, menurut Yoongi terlalu pagi untuk membahas pembicaraan berat.

ChorusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang