Cokelat pemberian Yoongi tandas dimakan Jimin di jam istirahat. Ia sudah kenyang, jadi tidak perlu mengantre makanan dan hanya membeli sebotol air mineral di kantin. Atap sekolah menjadi pilihan Jimin untuk mengeksekusi camilan manis tersebut.
Sebenarnya, Jimin bukanlah perokok. Saat itu, pikirannya sedang kacau. Beberapa hari sejak kedatangan Yoongi sebagai murid baru berhasil mengacaukan pikiran Jimin. Kata soulmate memutar cepat bak roda mobil yang melaju di kepalanya. Dari mana ia harus memulai?
Jimin tidak mengenal Yoongi. Tidak mungkin kan ia mengatakan secara gamblang, seperti "Hai, aku Jimin. Aku soulmate-mu dari Kerajaan Aaric."
Lagi pula, Jimin belum menemukan bukti apakah Yoongi termasuk kaumnya, sama-sama keturunan penyihir. Akan sangat fatal saat Jimin mengaku sebagai penyihir, sedangkan Yoongi adalah muggle.
Hal lain yang membuat pikirannya kacau adalah sikap Yoongi. Jimin seolah tidak bisa terima perangai kandidat soulmate-nya yang mudah melakukan skinship dengan yang lain. Ciuman, remasan hingga rintihan desahan, Jimin mendengar dan menyaksikan semuanya. Kenapa pula tindakan Yoongi yang senonoh—menurut Jimin—selalu terpampang di depan matanya?
Setelah itu, sebungkus rokok lengkap dengan pemantiknya ditemukan Jimin saat ia ingin mendinginkan kepalanya di atap sekolah. Ia berharap angin kencang yang berembus mampu meredakan kegusarannya. Tanpa banyak pertimbangan dan didukung rasa penasaran pada benda yang mengandung nikotin itu, Jimin merokok untuk pertama kalinya. Kendati di isapan pertama ia langsung terbatuk-batuk. Alhasil, rokok yang sudah bercumbu dengan bibirnya itu menjadi korban umpatan Jimin. Saat itu juga, ia benci rokok. Tidak enak seperti cokelat.
*
*
*
"Hai, Jimin," sapa Yoongi usai membuka pintu.
Waktu sekarang menunjukkan pukul 17.13. Jimin baru saja tiba usai seharian sekolah. Wajahnya tampak lesu dan keningnya penuh dengan peluh. Ia justru terlihat seperti habis berlarian, atau mungkin memang iya?
"Ha-hai," balas Jimin gugup.
"Kau berkeringat."
"Eh? Benarkah?"
"Iya. Banyak sekali."
Jimin spontan mengusap dahinya. Memang sangat banyak sampai punggung tangannya basah. Tentu saja bisa banyak karena begitu bis yang dinaiki sampai ke halte pemberhentian, Jimin segera berlari menuju rumah Yoongi yang jaraknya lumayan jauh. Ia hanya ingin segera bersua. Ada sesuatu yang aneh sejak ia menginap di rumah berhalaman luas itu.
"Aku sudah menyiapkan makan malam untuk kita, Jimin. Jadi, kau langsung mandi saja." Yoongi lebih dahulu memutar kursi rodanya menuju dapur.
Cara bagaimana Yoongi memutar roda-roda itu, lalu berbelok dan mengerem, tampak seperti orang yang sudah lama duduk di kursi tersebut. Padahal baru kemarin insiden itu terjadi.
"Baiklah," sahut Jimin yang sedari tadi mematung di ruang tengah.
Jimin memperhatikan gerak-gerik Yoongi yang luwes menyiapkan peralatan makan. Letaknya sejajar dengan tinggi orang yang duduk di kursi roda. Kemarin Jimin tidak ambil pusing mengenai peralatan masak yang banyak diletakkan di lemari bagian bawah.
Suasana makan malam tidak jauh berbeda saat sarapan pagi tadi—hening. Selesai makan, Jimin berinisiatif untuk membereskan semuanya. Akan tetapi, Yoongi melarang dan memintanya masuk ke kamar untuk belajar. Ia sendiri yang akan membereskannya. Namun, kebaikan yang ditawarkan Yoongi malah menyulut emosi Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chorus
Fiksi PenggemarChorus merupakan kumpulan kisah manis Yoongi dan Jimin di dunia mereka yang disebut YoonMin's World. 🐱🐤 "Hyungie ..." rengek Jimin. "Apa, Sayang?" balas Yoongi. Jimin yang bersandar pada belahan hatinya mendongak, mencoba untuk menarik atensi dari...