Tanpa dompet, telepon, atau bahkan uang sepeser pun, Jimin tidak membawanya. Hanya jas mewah berwarna hitam berhias bunga putih di dada kiri dan sepatu merk mahal Saint Laurent warna senada yang melekat di badannya. Jimin berlari seperti orang kesetanan. Beberapa kali pandangannya berubah dari depan ke belang untuk memastikan tidak ada yang mengejar. Tak jarang ia menabrak pelaku pejalan kaki yang lain sambil mengucapkan maaf entah didengar atau tidak.
Napasnya terengah-engah. Saat ini ia hanya bisa mengandalkan kekuatan kakinya untuk berlari ke tempat tujuan. Lokasi tempat tinggal yang bisa dinilai cukup kumuh, itulah tujuan Jimin.
Gerakan surai merahnya tidak terlalu aktif begitu langkah kaki melambat konstan. Sayangnya, usaha stylist rambut yang mendandani Jimin sia-sia saja. Sebab, rambutnya sudah acakadut dengan hiasan keringat yang meresap. Membuat rambutnya lepek, tetapi tak menghilangkan keindahan dari seorang Park Jimin.
Begitu bangunan yang dituju sudah terlihat, Jimin kembali berlari untuk masuk. Ia sudah hafal letak kamar milik orang itu, dan berharap penghuninya tidak pergi. Begitu sampai, tanpa memikirkan kondisi pintu yang terlihat reyot, Jimin segera membukanya paksa. Untungnya tidak dikunci. Jika iya, Jimin sudah siap dengan kuda-kudanya.
Dua pasang mata itu saling berpandangan cukup lama. Satunya membola, terkejut akan gerangan yang datang bertamu. Sementara Jimin, agaknya sebutan datang bertamu tidak tepat untuknya. Ia itu kabur, meninggalkan puluhan tamu undangan di gereja untuk menyaksikan pernikahannya dengan seseorang yang tak ia cintai.
Justru sosok yang mampu membuatnya hilang akal, yakni dengan kabur dari pernikahan, ada di depannya saat ini. Berdiri kaku dengan bibir tergugu-gugu. Min Yoongi, pria yang amat dicintai Jimin dan berharap dialah yang menjadi mempelai pengantin prianya, bukan Jung Hoseok.
"Katakan sesuatu, Yoongi," lirih Jimin usai keheningan cukup lama. Bahkan setelah usahanya dengan berlari kencang dan mengabaikan sakit di kaki, ia tak segera mendapat sambutan.
Jimin akhirnya mendapatkan respon dari Yoongi dengan melihat seulas senyum dari pria bersurai hitam itu. Yoongi berjalan ke arah lemari dan membukanya. Ia mengambil sapu tangan, lalu diusapkan pada dahi Jimin yang masih berkeringat. Sungguh penampilan pengantin kabur ini sangat berantakan.
"Kau seperti Mary Jane, Jimin. Wanita yang disukai Peter Parker. Ia kabur dari pria mapan yang akan menikahinya. Bedanya, dia cantik mengenakan gaun pengantin putih, sedangkan kau cantik dan manis dalam balutan jas mewah ini."
Yoongi telaten mengusap keringat Jimin. Setidaknya, wajah Jimin sekarang terlihat lebih baik. Tidak seperti tadi, dipenuhi dengan keringat.
"Aku meninggalkan semuanya. Keluargaku, teman-temanku, karierku, bahkan mungkin marga namaku. Dan sekarang kau hanya mengatakan perumpamaan diriku dengan tokoh di film Spider-Man?"
"Apa yang ingin kau dengar, Jimin?" sahut Yoongi cepat, "dua malam lalu, aku sudah mengatakan semuanya. Aku mengikhlaskanmu dengan pria bernama Jung Hoseok itu."
"Mengatakan dengan sorot mata terluka dan bahkan aku masih bisa melihatnya sampai saat ini? Kau pembohong, Min Yoongi!"
"Sudahlah. Ayo, kuantar kau ke gereja lagi. Mereka pasti mencarimu."
"HENTIKAN!"
Yoongi seketika bungkam dengan teriakan Jimin yang justru terdengar seperti orang frustrasi. Wajahnya tak lagi basah karena keringat, melainkan disebabkan air mata. Ya, Jimin menangis.
"Aku menyerah dan melepas semua yang kumiliki demi kau, Yoongi. Jangan membuat usahaku sia-sia. Andai mereka tak mau menerimaku saking kecewanya, lalu aku harus bersandar pada siapa jika kau pun sama saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chorus
FanfictionChorus merupakan kumpulan kisah manis Yoongi dan Jimin di dunia mereka yang disebut YoonMin's World. 🐱🐤 "Hyungie ..." rengek Jimin. "Apa, Sayang?" balas Yoongi. Jimin yang bersandar pada belahan hatinya mendongak, mencoba untuk menarik atensi dari...