36. Soulmate

1K 86 4
                                    

Day 1

Park Jimin tidak mengerti saat Min Yoongi memberinya cokelat ukuran besar. Apalagi itu merek cokelat kesukaannya dengan kacang almond taburan luar dan dalam. Itu cokelat dengan jajaran harga mahal. Anak-anak sekolah rela menabung dahulu untuk bisa membeli, lalu memberikan cokelat tersebut kepada kekasih atau orang yang mereka sukai di Hari Valentine maupun whiteday.

Ah, Jimin lupa jika Yoongi itu anak kaya raya. Namun, yang membuatnya heran dan degup anomali dalam hati, adalah kenapa seorang Yoongi memberinya cokelat? Apalagi status mereka hanya senior tingkat tiga dan junior tingkat pertama yang tak pernah saling sapa satu sama lain. Terkecuali untuk Jimin yang diam-diam memperhatikan seniornya dari jauh, balik punggung teman dan pohon, atau dari mana saja asal tidak ketahuan Yoongi.

"Tidak suka ya?" Yoongi membuka suara saat cokelat yang ia sodorkan tak segera diterima Jimin.

"I-ini untukku, Senior?"

"Aku bukan anak indigo, Jimin. Tentu saja untukmu. Memangnya siapa lagi?"

"Kenapa memberiku cokelat?"

"Hanya ingin saja."

"Eh?"

"Tidak suka ya?"

"Suka kok!"

Yoongi terkekeh. Tidak sia-sia ia menyuruh orang untuk mencari tahu apa saja kesukaan Jimin. "Lalu kenapa tidak diterima?"

Tangan kanan Jimin terangkat dengan keraguan. Apa benar, senior yang ia kagumi—dan taksir—memberinya cokelat? Ini kan bukan Hari Valentine ataupun whiteday. Apa jangan-jangan Yoongi sedang menipunya ya? Semacam prank yang viral di kalangan Youtuber. Jimin akhirnya celingak-celinguk dan memutar badan ke belakang sebentar.

"Senior tidak lagi menge-prank-ku, kan?" Jimin memastikan sekali lagi.

"Ya ampun ... tidak, Park Jimin. Cepat ambil, aku cuma izin ke kamar mandi sama guru kelas. Kalau terlalu lama, dikira aku membolos."

Jimin masih saja enggan. Akhirnya tangan mungil itu diraih sendiri sang pemilik cokelat dan meletakkan pemberiannya di sana.

"Makan ya. Tidak beracun kok. Habis makan cokelat, jangan lupa gosok gigi," pesan Yoongi sambil meremas tangan Jimin agar laki-laki itu menggenggam erat cokelat pemberiannya.

Karena terlalu terkejut, Jimin sampai lupa mengucapkan terima kasih. Ingin berteriak, tetapi situasi sedang sunyi karena jam pelajaran berlangsung. Akhirnya, Jimin kembali ke kelas dengan wajah berseri-seri. Ia pun sama dengan Yoongi, izin ke toilet. Entahlah, Jimin heran dengan badannya sendiri yang seolah-olah sudah menyetel alarm untuk pergi buang air kecil setiap 1,5 jam sekali dimulai dari pukul 07.00.


Day 2

Seharusnya Jimin sudah pulang ke rumah sejak dua jam yang lalu. Namun, ia memilih mengurung diri di atap sekolah. Tidak ada terbersit rasa ketakutan di pikiran Jimin. Bukan karena ia menyukai film horor atau tak percaya dengan hal-hal begituan. Laki-laki 17 tahun itu justru percaya bahwa manusia dan makhluk halus itu hidup berdampingan. Hanya saja, Jimin berprinsip jika ia tak mengganggu, maka mereka juga tidak akan mengganggunya.

Lalu, untuk apa Jimin di atap sekolah dengan situasi langit yang mulai temaram? Terlebih dengan wajah yang penuh dengan jejak air mata. Jimin berjongkok sambil bersandar pada dinding sekolah dan memeluk lututnya.

"Aku tidak berguna," lirihnya.

"Jimin, kau kah itu?"

Sekali lagi, Jimin tidak takut. Hanya saja tubuhnya refleks terkejut mendengar suara yang tiba-tiba menginterupsi. Jimin mendongak karena ada sosok yang berdiri menjulang di depannya.

ChorusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang