Senyum wanita paruh baya menyambut kedatangannya ketika pintu terbuka. Sebuah garis senyum yang begitu ia kenal karena diturunkan pada sosok kekasihnya.
Min Yoongi membungkuk hormat sambil menyapa—ehem—calon mertuanya. Pun Nyonya Park tidak pernah untuk tak ramah tiap kali kekasih putranya datang berkunjung ke rumah.
Ajakan masuk segera diindahkan Yoongi yang dilanjut mengganti sepatu dengan sandal rumah. Tangannya masih memegang keranjang buah, kantung berisi oleh-oleh, dan sebuket bunga kecil.
"Tidak perlu repot-repot membawa semua ini, Nak Yoongi." Maksud Nyonya Park adalah kantung oleh-oleh yang berisi camilan khas Indonesia.
Malam kemarin, Yoongi baru tiba dari Indonesia guna urusan bisnis. H-2 dari jadwal kepulangannya, ia mendapat kabar bahwa belahan jiwanya, Park Jimin, sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Mendapat kabar seperti itu, tentu saja Yoongi bahagia luar biasa. Kekasihnya telah negatif dan diperbolehkan melanjutkan perawatan di rumah, berkumpul bersama keluarganya.
"Eomoni harusnya mencegahku lebih awal," kelakar Yoongi.
"Kau ini." Nyonya Park memukul halus lengan Yoongi disertai senyum teduhnya. Kemudian mata wanita itu melirik buket bunga yang masih ditenteng Yoongi.
"Ah ... harusnya aku membeli dua," ujar Yoongi.
"Hahaha ...." tawanya renyah, "sudah-sudah. Aku akan meminta Park Appa untuk membelikanku. Nak Yoongi segera ke dalam saja. Sepertinya Jimin masih tidur karena efek obat."
Mengerti apa yang dimaksud, Yoongi lantas pamit untuk menemui kekasihnya. Sepelan mungkin ia masuk supaya Jimin yang katanya masih tidur tidak terbangun. Buket bunga juga diletakkan pelan-pelan di atas sofa yang tidak jauh dari tempat tidur.
Yoongi duduk di kursi tanpa sandaran yang lebih dahulu berada di sisi ranjang. Diamatinya wajah tidur sang pujaan hati. Setidaknya rona kemerahan itu telah kembali pada pipi Jimin. Tidak seperti beberapa hari lalu.
Jimin harus menjalani operasi usus buntu dan sialnya ada diagnosis lainnya. Hal itu mengharuskan Jimin dirawat di ruang khusus yang membuat sanak keluarga dan teman-temannya tak bisa datang menjenguk. Termasuk Yoongi sendiri.
Niatnya tidak ingin membangunkan, tetapi usapan lembut pada pelipis Jimin justru membangunkan pemuda itu. Iris perlahan terbuka karena penasaran siapa yang datang ke kamarnya.
"Hai."
Sapaan yang begitu dirindukan kini satu ruang dengannya. Jimin ingin bangkit segera untuk memeluk Yoongi. Namun, bekas jahitan menghambatnya untuk mengurangi gerakan spontanitas terlebih dahulu.
Peka dengan keadaan, Yoongi membantu Jimin untuk mengubah posisi menjadi tidur sambil bersandar. Barulah kedua raga itu bisa saling menempel melepas renjana.
"Rindu ..." aku Jimin, "aku sangat rindu, Hyung."
Jimin pun tahu kalau Yoongi sama rindunya. Itu terlihat dari bagaimana cara Yoongi memeluknya. Erat, menghirup perpotongan leher yang merupakan spot favoritnya, dan terasa begitu posesif. Yoongi sungguh merindukan kekasihnya.
Selang beratus menit, barulah keduanya melepas jarak, tetapi tak jauh. Meski rutin menanyakan kabar melalui gawai, Yoongi tetap ingin bertanya langsung. Usai mendapat jawaban bahwa keadaannya jauh lebih baik, Yoongi memindai wajah Jimin, sedangkan si pemilik diam saja dengan kelereng hitam bergerak seirama mata sang pujaan hati.
Rasanya saat ini juga Jimin ingin mengklaim diri sendiri sebagai makhluk yang paling beruntung. Ia beruntung karena mencintai dan dicintai Yoongi. Seorang pria berkacamata yang tidak pernah absen datang ke acara perilisan buku terbarunya sejak delapan tahun lalu. Iya, profesi Jimin adalah penulis buku sekaligus mengisi seminar di beberapa tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chorus
FanfictionChorus merupakan kumpulan kisah manis Yoongi dan Jimin di dunia mereka yang disebut YoonMin's World. 🐱🐤 "Hyungie ..." rengek Jimin. "Apa, Sayang?" balas Yoongi. Jimin yang bersandar pada belahan hatinya mendongak, mencoba untuk menarik atensi dari...