60. Hidden || 5

968 84 59
                                    

–Warning–

–Please Be Wise!–

*

*

"Hyuuung ... sudah ...."

Suara mendayu diiringi rengekan itu memenuhi ruangan sempit dalam mobil. Gara-gara datang lebih awal ke sekolah, Yoongi justru menahan Jimin agar lebih lama di dalam kendaraan roda empat ini. Menahannya pun bukan sekadar cara biasa, yakni dengan ciuman.

Namun, permohonan Jimin tidak segera diindahkan. Yoongi terus-menerus melumat bibir tebal itu, atas dan bawah secara bergantian. Beruntung kaca mobil Yoongi gelap dan posisi mereka masih jauh dari gerbang sekolah Jimin.

Sejak ciuman bibir pertama mereka—dua minggu yang lalu—, baik Yoongi maupun Jimin tak segan untuk saling mencuri ciuman satu sama lain. Sebenarnya Yoongi-lah yang lebih banyak mengambilnya. Rasa-rasanya bibir Jimin mengandung sebuah candu yang tidak bisa Yoongi hindari untuk tak mencicipinya setiap hari. Kalau bisa setiap berjumpa dengan wajah Jimin, pria itu ingin menggigitnya.

"Lihat, penampilanku berantakan," protes Jimin usai ciuman berakhir. Ia menggeser kaca spion mobil untuk melihat penampilannya. Bibirnya total bengkak dan warna alami merah muda kian terlihat jelas.

"Hyung suka bibirku, ya?" lanjutnya menodong.

"Aku menyukai semua yang ada di dirimu."

Ucapan Yoongi sengaja Jimin abaikan karena sejujurnya ia merasakan panas di area pipi. Pemuda itu memilih sibuk menata rambut dan seragamnya. Ketika menurutnya rambut sudah rapi dan panas pipi tidak lagi terasa lagi, barulah Jimin berani menatap Yoongi.

"Hyung akan terlambat kalau masih di sini." Karena rute perusahaan dan sekolah Jimin berlawanan.

"Bukan masalah."

Tentu saja bukan karena Yoongi pemilik perusahaan. Namun, karena jadwal Yoongi hari ini hanya rapat dan itu tidak lama. Ia memiliki banyak waktu luang yang sudah direncanakan akan dihabiskan bersama manisnya.

"Nanti jadi?" tanya Jimin lagi.

Semalam, sebelum tenggelam tidur dalam pelukan Yoongi, sang suami mengatakan bahwa ingin mengajaknya makan malam. Itu akan menjadi makan malam pertama mereka di luar rumah.

"Tentu saja. Aku akan menjemputmu." Yoongi tersenyum teduh dan hal itu menular pada Jimin.

Dari bulan ke bulan, hubungan mereka semakin dekat layaknya pasangan menikah pada umumnya. Kecanggungan menguar meski tetap singgah pada Jimin yang lebih ke perasaan gugup akan perlakuan dari Yoongi. Namun, minus untuk bagian ranjang yang panas dan berderit.

Yoongi dan Jimin belum sampai ke tahap kepemilikan sepenuhnya. Sebuah surat perjanjian yang berisi batas-batas sentuhan bisa saja dibatalkan oleh mereka. Lebih-lebih untuk pihak Park. Hanya saja masih terselip keraguan juga secuil ketakutan pada Jimin. Ia turut menerka-nerka, apakah Yoongi juga menginginkan hal itu?

Setengah jam lagi bel masuk sekolah akan berbunyi dan waktu 30 menit cukup untuk Jimin gunakan berjalan ke sekolah dengan santai. Iya, Yoongi mengantar Jimin hanya sampai pada gang yang tidak jauh dari sekolah. Bukan karena tidak mau mengantar sampai gerbang sekolah, tetapi Jimin-lah yang memintanya begitu. Kata suami kecilnya, ia tidak ingin mengundang perhatian.

"Aku sekolah dahulu, Hyung. Dan ... selamat bekerja juga untukmu."

Jimin hendak membuka pintu, tetapi gagal karena masih terkunci. Ia kembali menoleh pada Yoongi dengan raut keheranan. "Terkunci, Hyung."

ChorusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang