23. Memories

963 81 13
                                    

Lake 192, Chuncheon, Gangwon Providence. Park Jimin tak akan menyangka, setelah enam tahun lamanya, ia kembali menginjakkan kakinya di sini. Namun, hal yang membuatnya kian tidak menyangka, adalah jika ia dipertemukan lagi dengan sosok itu. Seorang pria dengan kulit pucat yang tak berubah sama sekali meski waktu telah berlalu lama.

Jimin meneguk ludahnya susah ketika irisnya saling berpandangan dengan Min Yoongi. Ya, sosok berkulit pucat itu, bernama Min Yoongi. Tanpa sadar, Jimin mengeratkan genggaman tangannya pada pria yang ada di sebelahnya.

Tidak begitu lama kemudian, seorang gadis kecil dengan tinggi sekitar 100-an sentimeter muncul dari balik pohon. Wajahnya begitu cantik dan menggemaskan. Ia memakai gaun putih panjang dengan rambut hitam legam terurai sepanjang pinggang.

Gadis cilik itu menggenggam tangan Min Yoongi dan langsung disambut dengan sebuah senyuman hangat. Tampak begitu jelas raut keheranan di wajah gadis manis itu. Ia memandang penasaran ke arah Jimin juga pria yang ada di sebelahnya. Siapa gerangan dua laki-laki tampan itu? Meski begitu, ayahnya—Min Yoongi—jauh lebih tampan.

"Ayah, mereka siapa?" tanyanya penasaran.

Pertanyaan itu kian sukses mengundang perhatian Jimin. Bahkan sejak kemunculannya, Jimin sudah menerka-nerka akan status gadis cilik itu dengan Min Yoongi. Hubungan ayah dan anak, tidak jauh dari terkaan Jimin.

"Ju-Jungkook," lirih Jimin. Ia menoleh ke arah pria di sampingnya karena merasakan genggaman tangan yang makin mengerat.

Jungkook, pria dengan gigi kelinci itu melempar senyum menenangkan untuk Jimin. "Pergilah," katanya, tetapi langsung mendapat gelengan kepala dari Jimin. "Aku percaya padamu, Jimin. Pergilah."

Maka, Jungkook melepas genggaman tangannya dari Jimin. Ia melangkah ke depan. Bukan menuju Yoongi, melainkan ke gadis cilik itu. Jungkook berjongkok, menyamakan tingginya dengan gadis menggemaskan itu.

"Hai, siapa namamu?" tanya Jungkook lembut. Begitulah jika ingin mengambil hati seorang anak kecil. Nada suara kita tidak boleh terdengar menakutkan bagi mereka.

"Min Jiyoon," jawabnya pelan sambil menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh sang ayah.

"Jiyoonie, namaku Jungkook. Kau boleh memanggilku Paman Jungkook atau Paman Kook juga boleh. Aku adalah teman ayahmu."

Gadis cilik bernama Jiyoon itu menengadah ke arah ayahnya, kemudian melihat Jungkook lagi. "Benarkah, Paman Kook?"

Jungkook mengangguk. "Kau tahu Jiyoonie, di mobil ada boneka panda yang sedang menangis. Ia menangis karena tidak suka jika pemiliknya, adalah seorang pria dewasa. Katanya, ia ingin menjadi pemilik gadis cilik yang menggemaskan. Gadis cilik yang memiliki rambut panjang nan indah."

"Boneka panda?" Jiyoon tampak antusias, tetapi juga masih takut-takut.

"Iya, boneka panda yang besar seperti Jiyoon. Apa Jiyoon mau menjadi pemiliki boneka panda itu? Paman Kook ingin boneka panda itu berhenti menangis, Jiyoonie. Paman Kook tidak tega melihatnya menangis."

"Jiyoon ingin menenangkan boneka pandanya, Paman Kook. Tetapi ..." Jiyoon menengadah kembali. Ia melihat wajah sang ayah yang memberinya anggukan dan senyuman. Itu berarti Paman Kook bukan orang jahat dan Jiyoon diizinkan untuk ikut dengannya.

Jungkook menggenggam tangan mungil itu menuju mobil. Ketika melewati Jimin, tangannya yang bebas mengusap pelan dada tunangannya.

Kini, tinggallah Jimin dan Yoongi yang tersisa. Dua pria dengan status sepasang kekasih, enam tahun silam.

Jimin menghirup napas dan membuangnya pelan. Dirasa sudah tak begitu gugup, ia kembali memandang Yoongi yang rupanya sudah menatapnya sedari tadi.

"Apa kabar ... Yoongi Hyung?" sapa Jimin untuk pertama kalinya setelah enam tahun.

ChorusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang