"Jean Kirstein dan Eren Jaeger bertengkar lagi!"
Suara lelaki. Entah teriakan siapa. Barangkali kru MNTM. Suara gaduh itu terdengar dari halaman resor pada pagi buta. Rivaille sedang asyik di alam mimpi saat itu, sedang dikejar-kejar para raksasa Eren yang hanya berbalut handuk pinggang dan minta diperkosa. Teriakan itu pula yang membangunkannya dari tidur paling tak nyenyak. Merci.
Jean Kirstein dan Eren Jaeger bertengkar lagi.
Kedua bocah cukup pintar untuk tidak saling memukul atau berkontak fisik. Mereka lolos dari ancaman diskualifikasi. Hanya ada pertengkaran mulut yang sedikit berat sebelah. Jean terdengar lebih vokal, sedangkan Eren lebih kalem. Eren marah dengan sikap paling dingin dan suara berat yang mengancam.
Rivaille tak tahu pasti bagaimana kejadiannya. Menurut saksi mata—Annie, model yang sedang memanggang wafel saat mereka bertengkar, pertengkaran itu dipicu oleh Jean.
Si Muka Kuda bertanya kepada Eren seperti ini: "Kulihat Mikasa menangis. Kau yang membuatnya menangis?"
Lalu, Eren menjawab, "Apa urusanya denganmu, Muka Kuda? Mikasa tak ada hubungannya denganmu. Sudah kubilang jangan mendekati Mikasa lagi."
Lalu, Jean membalas, "Ini jadi urusanku karena kau membuatnya menangis." Dan seterusnya.
Konyol sekali karena hari ini adalah jadwal Eren dan Jean pergi berkencan keliling Denpasar. Mereka tetap pergi sesuai jadwal, tetapi selama di mobil tidak duduk berdekatan, tidak bertatap. Di depan kamera, mereka harus berakting ceria seolah tengah menikmati berjalan-jalan di pulau surgawi. Saat kamera diturunkan, mereka langsung berjalan sendiri-diri. Eren dan Jean menikmati spa dengan pemandangan laut Jimbaran. Ranjang mereka diletakkan berdekatan demi suasana keakraban. Namun, tak ada yang bercakap. Selesai spa, keduanya duduk semeja dengan hening di sebuah kafe kontemporer. Saling buang muka. Sama-sama duduk kaku seperti benda mati di depan kamera.
Di meja piknik pinggir kolam resor, Nifa bergeleng-geleng. "Begitulah ... menurut laporan yang kudapat dari kru di lokasi, sampai jam makan siang ini, Jean dan Eren masih belum mau bicara. Tapi percayalah, mereka sudah cukup dewasa sebagai sepasang sahabat. Sahabat sejati memang sering bertengkar seperti ini. Tapi kalau sahabatnya lebih dari sekadar sahabat ... well, pasti akan lebih seru bertengkarnya."
Rivaille, duduk di meja yang sama, diam saja.
"Menurutmu apa Eren dan Jean adalah sahabat yang lebih dari sekadar sahabat?" Nifa memancing Rivaille.
"Aku tak tahu," jawab Rivaille datar.
"Menurutmu saja."
"Menurutku ... aku tak ingin tahu dan tak mau tahu. Itu urusan mereka."
"Tapi aku terkejut, katanya Mikasa menangis semalam. Kulihat matanya memang agak sembab."
"Mikasa adalah gadis yang kuat. Dia tidak akan apa-apa."
"Ini seperti cinta segibanyak, tahu? Let's see ... Jean ternyata menyukai Mikasa, dan Mikasa sepertinya menyukai Eren, saudara angkatnya sendiri, dan Eren menyukai ... ehem ehem."
"Nifa, diamlah."
Nifa tertawa, lalu pergi meninggalkan Rivaille sendirian di tepi kolam.
Setelah wanita itu pergi, Rivaille diam-diam menelepon salah satu kru MNTM yang sedang mengikuti perjalanan Eren dan Jean hari itu. Katanya, kedua model masih perang dingin. Masih tak mau bicara meski mereka sudah mengosongkan piring makan siang. Keduanya sedang melakukan pengambilan gambar di sekitar jalanan Kuta yang menawan. Jean berhenti di salah satu retail untuk berbelanja oleh-oleh. Eren menunggu di depan toko tanpa kata. Jean keluar membawa sebuah kantong berisi aksesori wanita. Sebuah syal lembut berwarna biru yang dirajut dari kapas organik. Bisa terbayang olehmu syal itu melingkari leher putih dan jenjang ala gadis Asia ... Jean pasti membelinya untuk Mikasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanfictionFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...