'Kau dapat melangkah setelah lulus merangkak,' Armin mungkin akan berkata begitu. Tapi di atas panggung 10x30 meter, dengan semua ragam sorot mata menguncimu, melangkah adalah kata kerja dalam dimensi yang berbeda. Terutama bagi dia yang belum lulus merangkak
HANJI menarik Eren di antara sekat-sekat lampu neon dan menerobos gorden hitam pekat.
Suasana belakang panggung sulit dideskripsikan. Mari ambil imagi anekdot sebuah kapal pecah. Orang-orang panik berlarian ke sana kemari, model-model yang tidak tahu lagi mana sepatu yang kanan dan yang kiri, stylist yang berlari menabrak tiang-tiang gantungan pakaian, meja yang penuh dengan peralatan mulai dari kuas alis hingga laptop yang tutsnya dipenuhi bercak-bercak putih akibat percikan hairspray, bunyi bising hairdryer oleh penata rambut, tangan-tangan gesit menelanjangi para model dan memakaikan mereka setelan baru.
Eren telanjur larut dalam suasana heboh, tak sadar sudah berada di antara model Rec/On berwajah cemas dan wajah-wajah lain yang tidak dikenal.
"Eren!" Mikasa memanggil dan menghampiri, wajahnya tidak berbeda dengan yang lain—hanya terlihat lebih datar dengan riasan yang menutupi topeng cemasnya.
Mike menepuk tangan. "Oke. Aku akan menjelaskan situasi dengan cepat."
"Um, ya." Eren yang disorientasi menoleh kanan-kiri.
Ymir dengan Krista yang mendampingi, Jean, Sasha, Mikasa, dan beberapa model yunior dan senior Rec/On berjejer mengelilingi Nanaba dan Keisha yang memberi instruksi. Mereka berpakaian lengkap. Sepatu yang kanan dan yang kiri terpasang pada kaki yang benar. Rambut sudah tertata. Polesan makeup sempurna. Ada yang kurang.
"Reiner dan Bert tidak ada di sini."
"Benar, dan agensi akan mengurus bagaimana nasib mereka nanti, nah sekarang–"
"Apa maksudnya," Eren menyela.
Hanji membenarkan bingkai kacamatanya. "Reiner dan Bert tidak bisa dihubungi sejak pagi. Tidak datang gladi bersih, dan tidak hadir hingga menit-menit terakhir. Oke?"
Samar-samar Eren melihat wajah dingin dan seringai kecil–yang hampir tidak kentara–tumbuh di wajah seorang gadis pirang di depan meja rias. Annie Leonhart.
Eren berpaling pada Hanji, dan berteriak, "Apa?!"
"Selangkah menuju kehancuran Rec/On dengan dua model runway terbaik yang menghilang saat hari H," komentar seseorang di belakang mereka.
"Jean, kumohon jangan berkata seperti itu."
"Hah? Aku tidak berkata apa-apa."
Menoleh ke sumber suara berat, Eren mendelik melihat Rivaille.
"Wow, Rivaille, aku tidak ingat menarik lenganmu kemari," kata Hanji. "Kalau kau bermaksud menertawakan, suara tawamu tidak akan terdengar jelas di tempat seberisik ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanficFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...