Chapter ini panjang
Upload ulang karena banyak yang gak dapet notif.
Sejujurnya, kaum perempuan sulit dimengerti.
Eren Jaeger belajar cara berurusan dengan perempuan melalui Armin Arlert. Menurut Armin, perempuan bukanlah makhluk lemah. Justru, mereka memiliki kemampuan untuk membuat para lelaki menjadi lemah. Supaya perempuan tidak marah, para lelaki harus merendahkan suara dan berkata secara halus.
Eren berlatih dengan Mikasa yang sedang datang bulan. Gadis itu tidak kelihatan emosional, tetapi seperti bisa membuat udara di sekitarnya menyublim saat marah. Apabila Mikasa terlihat demikian, Eren akan bertutur kata selembut mungkin agar Mikasa tidak marah. Beginilah caranya menghadapi perempuan!
Hari ini, ia akan mencobanya kepada Annie.
Annie, sahabat perempuannya, yang selalu dingin. Anggap saja ia sedang berurusan dengan Mikasa yang datang bulan. Eren mengenakan zirah transparan agar ia tidak digigit hawa dingin sang putri salju.
Annie mendekat dengan paras yang merona. Wajah gadis itu terlihat tegang, padahal Eren belum berkata apa pun. Di tepi kolam renang, mereka berdiri berduaan.
"Eren? Apa yang mau kaubicarakan?"
Eren tidak pandai berbasa-basi. Ia langsung berkata: "Aku sudah membaca suratmu."
Wajah Annie datar.
Andaikan Eren bisa lebih pekat sedikit saja, sebetulnya Annie sedang berdebar amat kencang. Ia bagaikan bongkahan gunung es yang siap melebur.
Di sisi lain, Eren adalah gunung berapi yang tak tahu caranya menahan agar laharnya tidak bertumpahan. Ia terus maju. "Annie, maaf, aku tak bisa ...," Eren menelan ludah dengan suara terkecilnya, "aku tak bisa membalas perasaanmu itu."
" ... Apa?"
Eren mengulangi sedikit lebih keras. "Aku tak bisa membalas perasaanmu."
Air kolam beriak ditiup angin.
Eren lupa bahwa mereka sedang berada di tengah kompetisi, disorot oleh kamera televisi. Penolakan cinta ini sedang direkam oleh juru kamera yang berlalu-lalang seenaknya. Mik didekatkan dari atas kepala.
Namun, kedua model tak peduli.
Mereka saling berpandangan dalam diam.
Eren melihat secara perlahan-lahan rona di pipi Annie surut, berganti menjadi pucat. Gadis itu masih belum berkata-kata. Syukurlah ia tidak mengeluarkan hawa dingin yang menggigit.
Suara Annie terdengar lirih. "Kenapa?"
Syukurlah, Eren sudah menyusun kata-katanya sepagian ini. Ia menjawab lancar, "Aku harus menolak karena aku sudah telanjur menyukaimu sebagai teman karib. Aku tak mau persahabatan kita rusak."
Alis tipis Annie berkerut. Gadis itu tampak tenang, tetapi terlihat jelas ada rasa sangsi. "Benarkah? Apakah karena kau sudah menyukai seseorang?"
"Well, itu benar—err, maksudku ... yeah, kau benar." Eren menghela napas. "Aku tak pandai berbohong, maaf. Inilah perasaanku yang sesungguhnya. Maafkan aku, Annie."
"Boleh kutahu siapa orang itu?"
"Aku tak bisa mengatakannya."
"Apakah dia ..." Annie menyipitkan mata, membuat jantung Eren berdebar. "... Kuklo?"
Eren membalas cepat, "Bukan! Bukan Rivai—apa kaubilang barusan?"
Annie menyelipkan helai rambut ke belakang telinganya dengan sedikit malu. "Maaf, Eren. Sebenarnya aku sudah lama mendengar kau punya selera dengan sesama lelaki. Jadi, kupikir ... mungkin Kuklo adalah saingan cintaku. Maafkan aku. Kau menyebut nama Kuklo saat aku membuka pintu loker kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanfictionFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...