Untuk part kali ini maaf aku enggak bisa nulis sebanyak yang biasanya, ini cuma bisa 2000 kata aja. Minggu ini dan minggu depan aku lagi hectic urusan kerjaan, sibuk lembur ... maklum mau akhir tahun.
Minggu depan aku sepertinya harus libur dulu dari update HAUTE ya. Selain urusan lembur kantor, aku ada deadline naskah untuk penerbit minggu depan. So, untuk chapter HAUTE berikutnya baru bisa update Jumat minggu depannya lagi. Terima kasih
Part kali ini aku persembahkan spesial buat renzart. Hope you like this chapter! Makasih udah bikin aku senyam-senyum melihat postingan fotomu di Facebook bersama poster HAUTE Levi ukuran life size. Levi-nya dipigura biar gak kedinginan ya hihihi.
.
.
.
Butuh waktu bagi keduanya untuk sadar, pintu cottage baru saja terbuka lebar. Seorang pria yang tinggi badannya kurang semampai berdiri di ambang pintunya.
Ya, kau-tahu-siapa.
Eren merasakan déjà vu yang lucu. Ia dan Jean pernah berada persis pada posisi yang sama, di ruang sauna agensi Rec/On, ketika seorang membuka pintu dan memergoki mereka.
Reaksi mereka pun tak jauh berbeda. Eren dan Jean spontan saling mendorong tubuh seolah-olah begitu jijik bersentuhan.
Bedanya, kali ini pria itu tidak memandang dengan cuek seperti dahulu. Eren pun tidak memandang pria itu dengan tingkah seorang siswa yang ketahuan berbuat nakal oleh guru.
Untuk sesaat, ruangan itu hanya diisi keheningan.
*
Jean Kirstein yang pertama kali bangkit dari karpet. Canggung dengan muka yang merah.
Di sisi lain, butuh waktu bagi Eren untuk memahami penglihatannya sendiri—melihat baik-baik sosok kekasih fotografernya berdiri di sana. Barulah kemudian menyadari bahaya yang mengancam di depan mata. Seandainya Rivaille tidak pernah mengaku cemburu, Eren pikir kelakuan konyolnya dengan Jean barusan tak akan berarti apa-apa.
Rivaille sejak tadi masih diam dengan tatapan yang tak bisa dibilang terlalu datar. Meski hanya sekilas, dapat terlihat ekspresi yang sedikit emosional. Namun, detik berikutnya Rivaille kembali menatap kedua model tanpa ekspresi.
Jean bersuara sekitar semenit kemudian, dengan gaya bicara ala protagonis tak bersalah dari drama televisi kebanyakan. "Err, m-maaf, Sir. Ini tidak seperti yang terlihat. Sungguh!"
Pandangan mata Rivaille sekarang hanya menusuk kepada Jean. Tatapan itu seperti dinding tebal yang tak bisa didobrak. Eren menelan ludah dan merasakan dingin di ulu hatinya.
Jean melanjutkan, "Kami tidak sedang bertengkar atau apa—"
"Bukan masalah," jawab Rivaille tiba-tiba. "Kirstein, panggilkan yang lainnya. Cepat."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanfictionFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...