Chapter 3: Eye to Eye

22K 1.7K 336
                                    

Mata yang hidup, memburu sepasang mata lain yang sedang menunggu, memerangkap diri di balik lensa tipis kaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata yang hidup, memburu sepasang mata lain yang sedang menunggu, memerangkap diri di balik lensa tipis kaca.


STUDIO persegi panjang disulap menjadi singgasana putih hitam.

Eren Jaeger, the new Face of Rec/On, berdiri di ujung tengah singgasana, minus kursi kerajaan. Jarak beberapa meter darinya, pria lain sedang menyepuh lensa DSLR, mengisap rokok dengan gaya otoriter, menduduki bangku kerajaannya sendiri. Ada yang salah.

"Ada yang salah." Eren terperangah. "Harusnya aku tidak berdiri di sini."

"Kau sudah berdiri di sana, Bocah delusional," tutur Rivaille yang sedang membongkar pasang kamera. "Lemaskan ekormu. Tiga menit lagi kita mulai."

Eren menggeleng terpana. "Sir, aku sama sekali belum berpengalaman."

"Tak perlu pengalaman." Rivaille memoles lembut lensanya dengan kuas. "Kau hanya perlu mengikuti tuntunanku. Fokus dan buka dirimu untukku."

"Kenapa Anda tidak mempertimbangkan, j-jika aku tidak memuaskan—"

"Bocah." Rivaille menghamburkan uap putih dari sela-sela gigi. Udara membawa kepulannya melewati kepala Eren. "Hasil bagus, keberuntungan kita. Hasil buruk, tak masalah. Siapa yang tahu bagaimana hasilnya, tapi aku—" Dari bulu lentik kuas, mata gelapnya bergulir mengunci sang model, "—tidak pernah meragukan keputusanku, atau pun menyesali hasilnya."

"Dan menikmati prosesnya!" seseorang di belakang Rivaille menambahkan; Suara eksentrik Hanji Zoe.

Denyut di dada Eren menguat. Tangan membentuk bola, Eren menepuk dada kirinya yang membusung. "Sir! Siap, Sir." Gejolak familier meraup bagian tubuh di mana kepalannya bersandar. "Akan kucoba."

Rivaille menghela napas. "Jangan persembahkan hatimu padaku, Bocah," katanya. "Masih terlalu cepat untukmu. Jangan dulu."

Dahi berkerut, Eren mengangguk saja.

Bagian empat perlima ruang studio gelap gulita, berbanding terbalik dengan seperlima bagian yang menjadi spot pemotretan berlatar putih. Garis kemeja putih Rivaille dan kepulan asap rokok menyala kontras dengan ruang hitam pekat di belakangnya. Rivaille membersihkan lensa, memasangnya berhati-hati pada bodi Film 35mm, mengencangkan bukaan lensa. Di belakang Rivaille, siluet Oluo mondar-mandir serupa hantu poltergeist, dengan kulit meredup dipantul sinar. Eren menengadah, merasakan hukum Fisika mempermainkan otak, sorot lampu terasa berat menindih pundak.

Eren sedang mengatur napas ketika sayup-sayup musik instru­mental memantul di antara mereka. Musik. Yang. Mencekam. Eren melihat gorong-gorong gelap, panjang, suram, dan di ujung sana pria pendek ketus membawa tongkat panjang untuk disodokkan ke arahnya. Paras horor Hanji Zoe menyeruak dari dalam gelap. Tawanya melengkapi. He. He. He. Dia membawa sesuatu dari mobil Rivaille, menungging di sebelah stereo hitam, menekan tombol pemutar. Layar stereo menyala biru dengan tulisan berjalan: "Psybient mix / Sex Lounge Music." Cengiran ganjilnya dilontarkan kepada Eren. Wanita itu mundur menyeret hak, mengimitasi irama musik pembangkit gairah, sampai sosok ambigunya ditelan gelap.

HAUTE [RivaEre Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang