Sesuai pengumuman chapter lalu, aku cuma bisa upload malem-malem dan ... sigghh, lumayan susah cari waktu buat nulis bulan ini. Mendekati akhir tahun proyek kantor makin banyak. Maaf kalau cuma bisa nulis chapter yang pendek-pendek.
Siapa yang belum follow aku di Twitter? @RayyanNareswara
Gak perlu vote & komen. Selamat membaca. Support HAUTE dengan cara share fanfiksi ini ke teman-teman penyuka RivaEre.
Aku sudah pernah umumkan ini di Wattpad, tapi barangkali banyak yang belum notice.
Semua buku RivaEre yang pernah aku cetak sejak 2013 dengan penaku yang lama: Grun, X Trilogy, Last of Us, Hade Dwilogy, dkk (bukan buku collab, ya) akan DIUPLOAD SEMUANYA KE WATTPAD daddyrayyan INI! FULL~! Jangan lagi berharap mencari kopian bukunya, nanti baca gratis aja di Wattpad! Jadi, setelah HAUTE tamat, kalian masih bisa menikmati karya RivaEre lainnya dariku.
Bagi kalian yang pernah beruntung ikut PO dan punya koleksi buku-buku fisik ini di rumah, well itu harta karun yang enggak mungkin bisa kalian dapetin lagi. ;)
*******
Rengkuhan Eren Jaeger selalu erat.
Meremukkan—menurut Rivaille. Motor mereka sedang berpacu sepanjang jalan dan Eren terus memeluk pinggang Rivaille meski mereka tidak sedang meliuk pada tikungan tajam. Eren memiliki tangan dengan jari-jari yang panjang, makin panjang saat ia tumbuh dewasa. Jari-jari itu seperti menancap ke dalam pinggangnya saat ini.
Rivaille berdecih. "Kau takut? Tak perlu memelukku sekencang itu."
"Kau bilang apa, Sir?" Eren mendekatkan wajahnya dari belakang. Helm berbenturan.
" .... "
Akhirnya, Rivaille memutuskan untuk diam sepanjang perjalanan. Setidaknya ada pemandangan hijau dari terasering sawah dan hangat terik matahari Bali yang menyenangkan. Hamparan padi Bali begitu populer, bersusun dengan skema warna hijau yang meneduhkan. Unik. Pemandangan langka ini tak bisa kaulihat setiap hari. Namun, Rivaille malah lebih sering melirik kaca spion motornya sendiri, menyoroti wajah Eren Jaeger yang terpaku pada pemandangan Bali. Mata lelaki itu membulat, hijau yang berpendar lebih indah dibandingkan hamparan lanskap Bali. Oh, merde, sejak kapan ia menjadi seorang puitis. Menggelikan.
Rivaille membiarkan Eren memeluknya lebih erat saat motor mereka menyusuri jalanan berbatu, berlanjut menuju keramaian. Bali punya banyak foodie spot. Banyak sekali kafe dengan interior penuh rupa yang setiap sudutnya memikat jiwa seorang fotografer. Rivaille memarkir motor di depan kafe dengan eksterior penuh mural. Mereka bisa saja sarapan sekalian berfoto di sini.
Eren yang ia kenal dahulu selalu memesan burger keju atau fast food. Kini lelaki itu lebih memilih smoothie bowl, sarapan fancy yang lebih sehat (kalau tidak tinggi gula). Ia duduk di bangku dengan bertelanjang dada, makan dengan sikap tenang—yang di mata Rivaille kelihatan agak terlalu cuek. Beberapa gadis melewati meja mereka, melirik pada penampilan Eren dan kulit cokelatnya. Eren tidak menyadari semua atensi tersebut. Ia sibuk memutar-mutar sedotan bambu di dalam sebuah batok kelapa muda, lalu menyeruput airnya. Sudut bibirnya basah oleh air kelapa. Rivaille menatap sekilas bibir itu, kemudian membuang muka.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanfictionFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...