Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Mohon maaf lahir dan batin.
-Ra
Orang yang ingin Eren kalahkan sedang berdiri di sana.
Levi Ackerman.
Dia datang mendekat dengan segala aura pria dewasa yang memiliki tubuh lebih tinggi dari siapa pun. Wajahnya tampak dingin. Pria itu marah. Marah karena ia memergoki Eren, peserta MNTM, tengah berduaan dengan salah satu juri di antara semak.
Sekarang apa?
Bukannya pergi, Eren malah menyetop langkah pria itu.
Eren diam-diam tergelitik ingin menyeringai. Dia merasa superior sekarang. Bukan karena Eren merasa jauh lebih tinggi sekarang. Bukan. Melainkan karena Rivaille, yang biasanya terlihat sangat mengintimidasi ini, sedang tersulut emosinya. Marahkah ia melihat Eren berdiri bersama pria lain? Eren jadi ingin mendekat, ingin merasakan kulit Rivaille yang panas bergejolak karena emosi. Lebih dekat sampai ia bisa menghirup aroma rokok di sekitar leher—
Zeke refleks menangkap pergelangan tangan Eren sebelum ia bergerak lebih impulsif, menghentikan, memperingatkan. Pria itu berdeham.
Langkah Eren terhenti seketika.
Drektitude. Eren tersadar detik itu. Ia nyaris impulsif. Yelena dan Zeke mengajarkannya untuk sering-sering menahan diri. Hitung satu, dua, tiga, sampai sepuluh sebelum kau bicara dan bertindak, terutama saat berhadapan dengan Rivaille.
Rivaille menatap pergelangan tangan Eren yang digenggam oleh Zeke. Oh, apakah wajah itu makin dingin? Apa kulitnya makin panas? Eren berdebar sembari menggigit bibirnya sedikit. Tahan. Kalem.
"Hei, Rivaille?" sapa Zeke kalem. "Kau ingin ikut berbincang bersamaku dan Eren? Kemarilah. Kami sedang membicarakan ... model rambut Eren Jaeger yang terbaru. Ini kreasiku, kau tahu? Seandainya malam ini Eren lolos eliminasi, aku berencana mengajukan kembali saran kepada tim untuk diadakan makeover sekali lagi. Kubuat ia tampil lebih garang lagi. Bagaimana menurutmu?"
Zeke membantunya membikin alibi.
Eren masih diam. Harus diam.
Rivaille jelas tidak percaya. Namun, pria itu tak perlu percaya sekarang. Eren dan Zeke juga tak perlu membuatnya percaya. Ada yang lebih penting baginya.
Rivaille memulai, "Apa pun yang kalian bicarakan .... "
Suara Rivaille terdengar dalam, urgen. Eren berharap dapat menangkap getaran yang tersembunyi di sana. Namun, pria ini terlalu pintar menyembunyikan emosi apa pun. Hanya nada datar meski jelas sekali pria ini sedang marah.
"Apa pun yang kalian bicarakan, ini bukan waktu dan tempat yang tepat." Rivaille menaikkan suaranya, seolah ada orang lain juga di sana. "Semua peserta harus stand by di ruang tunggu."
Apa itu yang Rivaille ingin katakan? Eren tahu pria itu mengubah kata-katanya.
"Ya, Eren memang harus segera kembali ke ruang tunggu. Eren, cepatlah kembali," ujar Zeke, mendorong pelan punggung Eren untuk mengusirnya. "Setelah shooting malam ini selesai, kita bisa berbincang lagi. Rivaille boleh ikut bersama kita. Kita bicara bertiga, bagaimana? Atau ...," Zeke merendahkan nada suaranya, "kau hanya mau berdua dengan Eren saja, Rivaille?"
Tantangan terbuka untuk Rivaille.
Rivaille bersedekap, berusaha untuk tidak terlihat terusik. Tanpa menoleh pada Eren, dia bergumam berat, "Itu nanti. Sekarang cepat."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanfictionFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...