Soulmate. Belahan jiwa.
ARMIN mengakhiri sesi curhat Eren dengan satu wejangan.
"Satu lagi. Pernah dengar tentang soulmate tidak? Katanya setiap orang punya belahan jiwa, benang merah yang menyatukan keduanya. Tanda-tandanya kau merasa nyaman bersama dengannya, kau menemukan dirimu ada padanya, kalian bertemu di saat-saat tak terduga seperti sudah takdirnya. Kalian tidak akan terpisahkan seperti sepasang sayap."
Eren sibuk mengorek kuping sembari menekan tombol calling Mikasa Ackerman.
"Kuharap orang yang sedang kau taksir itu adalah belahan jiwamu."
"Kau lihat saja Armin," katanya. "Belahan jiwaku itu ada di tempat lain."
***
Eren bersuara urgen melalui ponselnya, "Mikasa, aku ingin berkencan."
"Kapan?" dengan terkesiapan.
"Sekarang. Bisakah kita bertemu?"
Mikasa Ackerman melihat padang bunga, warna-warni dari tangkai hingga mahkota, melambungkannya ke nirwana. Segala kalimat bermajas tidak akan mampu menggambarkan rasa senangnya. Mikasa melompat dari balik mesin home gym, membuang barbelnya ke lantai. Ia mandi lima menit. Ia mengenakan pakaian terbaik; jas hitam emas dari bahan brokat bermotif paisley, gaun hitam terusan selutut, sepatu hak 10 senti, riasan kilat paling feminin, dan benda terwajibnya setelah tas yaitu syal merah hadiah dari Eren. Taksi rela dibayar dua kali lipat supaya si pengemudi tancap gas sampai tujuan. Mikasa berlari masuk ke dalam Kafe Trost.
Kencan pertamanya dengan Eren didampingi Armin.
Senyum lebar Mikasa mengecil beberapa mili.
Eren gusar, terus menggaruki kepala bukan karena gatal. Saudara angkat plus calon kekasihnya sedang frustrasi. Mikasa ingin meyakinkan Eren bahwa ia tidak perlu gugup saat kencan pertama, dan tidak perlu ditemani oleh Armin. Kencan adalah suatu kegiatan yang melibatkan dua orang, membina hubungan ke tahap berkelanjutan, bertabur mawar dan kata-kata romantis—atau apa pun yang Eren inginkan. Tetapi Eren berkata lain tentang kencan pertamanya.
"Mikasa, aku ingin berkencan," pintanya serius.
Pipi hangatnya tertutupi syal merah. "Aku sudah di sini bersamamu, Eren"
"Apa kau bisa membantuku? Kau bisa mengaturnya? Aku—"
Penjelasan dari maksud dan tujuan Eren terbongkar kemudian.
Mikasa mengangguk hampa. Riasan femininnya luntur berganti menjadi raut wajah sedingin es. Armin menggeser kursi untuk menghindari luapan aura kehitaman yang mengumbar hingga ke langit-langit asbes.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanfictionFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...