Dahulu Eren selalu mengaitkan Rivaille dengan sesuatu yang dingin.
Karena wajahnya yang sedatar pantat panci dingin. Karena nada ketus dengan kalimat-kalimatnya yang mengalir dingin. Selain itu, sentuhan jari Rivaille juga dingin, terutama di atas permukaan kulitnya yang terbiasa panas.
Namun, hari ini tangan Rivaille hangat.
Sehangat susu cokelat yang mengepul pada musim dingin, membuat baik leher, dada, maupun kulitmu meremang nikmat.
Sebenarnya Rivaille bukan tipe pria romantis yang senang menggandeng tangan. Eren tahu itu. Hanya dalam keadaan gelap dan darurat saja ia melakukan itu. Tak lama lagi mungkin akan ia lepaskan. Oleh karena itu, dalam kegelapan lorong labirin ini Eren tak membiarkan tangannya digenggam saja.
Ia balas genggam. Sangat erat sampai ia dapat menyerap hangat tubuh pria itu ke dalam pori kulitnya sendiri. Menyesap dengan rakus, selama yang ia bisa.
Sebab setelah mereka menembus pintu itu, kembali ke rumah hantu, pasti Rivaille akan melepaskan tangannya.
Pria itu sedikit terkesiap saat Eren meremas tangannya cukup kuat. Karena gemas. Tak mau Rivaille hilang di dalam gelap.
"Kenapa? Takut?" Rivaille bertanya tanpa menoleh.
"Ya, mungkin. Takut kehilanganmu lagi, Levi," bisik Eren lirih. "Kalau bisa kita tak usah kembali ke tempat tadi."
"Jadi, kau memilih kabur?" tanya Rivaille lagi.
"Bukannya aku sedang diculik?"
"Aku menculik bukan tanpa syarat," katanya. "Syaratnya adalah kau harus selesaikan challenge ini dulu."
"Tapi setelahnya kau akan pergi lagi, bersama Nifa, kru MNTM." Eren menelan ludah. "Bersama Kuklo."
"Tidak," Rivaille berkata tegas, melambatkan langkahnya di koridor berikutnya. "Aku tak akan pergi. Asalkan kau mau menyelesaikan semua ini."
Sebut saja Eren tidak normal, tetapi mendengar kalimat barusan, jantung Eren berdetak seperti derap kuda gila mengentak-entak liar. "Oke," katanya. "Aku pegang janjimu."
"Bagus. Bantu aku. Kau harus mau kuajak bekerja sama setelah ini. Aku pergi meninggalkan posku hanya karena melihatmu berlari nyasar ke ruangan ini. Aku meninggalkan kostum badutku entah di mana. Akhir minggu ini di malam panelis, bantu aku mengatur alibi bahwa aku terpaksa melakukan itu demi menyelamatkan bocah bokong lebar yang histeris."
"Tunggu—kau badut menyeramkan yang menerkamku di ruang tadi—"
"—Ya. Yang kau tendang sebelum kau berlari seperti anak kucing. Être con comme un balai—tolol sekali."
"Tapi kau menerkamku! Menerjangku!"
Diam sebentar, Rivaille berkata seperti menyeringai, "Kenapa, Nak? Kupikir itu yang sudah kautunggu-tunggu dariku?"
Tubuh Eren mendadak panas. "Memang—T-Tunggu. Bukan seperti itu!"
Rivaille mendengus, tergelak. Eren mengutuk kegelapan karena ia jadi tak bisa melihat dagu, rahang, dan seringai seksi pria ini. Jadi, ia bayangkan di dalam hati saja. Wajah tampan Rivaille yang ia suka.
Mereka sudah tiba tepat di depan pintu bertuliskan "DILARANG MASUK". Bersiap-siap kembali kepada tim MNTM dan Kuklo yang sudah menunggu. Saat Eren melonggarkan genggaman tangannya, Rivaille malah mengeratkannya.
"Kau siap?" Rivaille meletakkan tangannya ke daun pintu. "Di luar pintu ini, mungkin ada seribu kamera yang menyoroti kita."
Eren menelan ludah, lalu menatap tangannya yang masih digenggam oleh Rivaille. "Aku tahu, lalu kenapa kau masih menggenggam tanganku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanficFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...