Terima kasih semua ucapan ulang tahunnya kemarin. Semoga kalian semakin dimurahkan rezekinya. m(_ _)m
Cek Wattpad-ku malam ini kalau berminat ikutan Birthday Giveaway ya! (di Gebetanku Banci)
Hal pertama yang ingin Eren lakukan saat berhadapan dengan pria itu adalah mengecupnya.
Tidak perlu di bibir. Pipi pun boleh, atau kening, leher, di lengan bisepnya yang tebal atletis, atau mungkin pria itu malah akan memintanya berlutut untuk mencium sesuatu yang berdiri di bawah.
Hasrat itu tertahan dengan keberadaan orang ketiga—juru kamera realitas yang mengawasi latihan akting singkat mereka. Hasrat itu malah membuat Eren Cherry Krista Jaeger Lenz berapi dan berdenyut di atas pasir putih bergelombang ini. Mungkin dia memang masokhis sebab itulah ia meminta Rivaille membantunya berlatih akting.
Dengan ketegangan yang sulit disembunyikan (atas-bawah), Rivaille membaca script iklan Eren. "Kedua pasangan berpapasan di pantai .... " Rivaille mengernyit dalam-dalam saat membaca terusannya. "Ça me gonfle—ini menggelikan. Kau yang menulis ini?"
"Apa kau percaya aku bisa menulis seperti itu?" Eren terbeliak.
Rivaille datar. "Tidak. Oke. Tidak ada waktu untuk membahasnya." Rivaille berputar di belakang sebuah batu karang besar. "Kemari."
Eren mengikuti, juru kamera juga mengikuti. Sesuatu dalam sudut hati Eren berkata bahwa ia merasa seperti bintang porno saat ini, walaupun ia tak tahu bagaimana bintang porno sesungguhnya saat melakukan pengambilan gambar. Yang pasti, bukankah kamera selalu mengikuti bokong mereka ke mana pun?
"Aku bukan seorang yang ahli dalam hal berakting," kata Rivaille, "tapi selama kau bisa berjalan dengan benar dari arah batu karang itu menuju kepadaku, kau sudah memiliki satu level akting yang baik—yang kumaksud adalah body language." Suara Rivaille sedikit samar oleh deru angin pantai, terdengar melambai aneh di telinga Eren.
"O-Oke .... " Eren tak tahu apa itu body language dan yang dia pikirkan saat ini bagaimana caranya berjalan dengan sepatu tanpa membuat hak runcingnya membuat lubang semut.
"Dan yang kumaksud dengan body language adalah kau tak boleh terlihat takut tersandung mengenakan sepatu itu," lanjut Rivaille lagi.
"Kau bisa membaca pikiranku?!"
"Karena tubuhmu memperlihatkan ketegangan itu." Rivaille bersedekap. "Ketegangan jenis apa pun, misalnya penis kecilmu, tak boleh kauperlihatkan di depan audiensi."
Eren merasakan rona merah menebar di pipinya. "Sir—a-aku rasa ini tidak boleh disebutkan di depan kamera televisi."
"Mereka akan menyensornya dengan bunyi 'piip'," jawab Rivaille kalem.
"Kuharap mereka menyensor bagian 'kecilnya' juga." Eren berharap.
Juru kamera bergetar tertawa di samping mereka.
"Lakukan sekarang." Rivaille menepuk satu tangannya. "Jalan kepadaku."
Eren mencobanya. Ketika ia telah diberitahu untuk tidak memperlihatkan ketegangan maka ia merasakan bahwa kedua tungkainya seperti terpasang secara tidak benar. Sendinya berliku ke kanan dan ke kiri, seperti ingin terpelintir karena hak tinggi. Eren panik, dan tiba di hadapan sambil menggigit bibir bawahnya. Ia nyaris terjatuh ke depan.
Rivaille menangkapnya, meremas pinggang Eren.
Eren terkesiap pelan, berpegangan pada pria itu. Mereka berpandangan sebentar, dan Eren melihat pantulan wajahnya yang seperti Krista versi KW di mata Rivaille.
![](https://img.wattpad.com/cover/65740584-288-k766387.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
FanfictionFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...