Selamat menikmati HAUTE chapter 33 part 10!
Enggak perlu vote dan komen. Baca dan nikmati aja. Cukup share di twitter dll ke sesama fans RivaEre/RiRen kalau kamu suka HAUTE. 💋💋💋
Ini chapter terakhir dari chapter 33, selanjutnya masuk chapter 34. Secara kontinu ini bakal POV-nya Levi terus.
Follow Twitter akuuu ==> @ RayyanNareswara
==========
WARNINGS: Sebelum baca chapter ini, disarankan untuk baca ulang chapter 19, 20, dan 25. Ada yang berhubungan.
==========
Rivaille menyukai kereta api.
Ia menyukainya sejak kecil, diam-diam, sejak Kenny Ackerman menggiringnya memasuki gerbong kereta. Usianya tujuh tahun saat itu, Rivaille tidak diberikan susu dan gizi layak. Ia kurus tak terawat, seperti tikus jalanan yang dipungut. Tentu saja, saat itu ia masih dipanggil dengan sebutan "Curut", "Cebol", atau sesekali Levi", ia belum menjadi seorang "Rivaille" si seniman fotografi kelas atas. Ia belum tahu cara kabur dari rumah.
Gerbong kereta itu luas dan memiliki lengkung kedalaman yang aneh. Kursi-kursi diatur berjajar secara simetris, lalu semua warna kulit kursinya sama. Namun, kelas ekonomi dan kelas VIP sangat berbeda. Kursi VIP berbahan beledu, ekonomi berbahan poliester murah. Kenny duduk di VIP, sedangkan Rivaille di ekonomi. Kenny bilang: "Ini caraku mendidik anak haram. Jangan pernah berikan ia fasilitas mewah. Ia harus tahu diri, tahu cara mendapatkan kemewahan sendiri pada suatu hari."
Namun, Kenny memberikan Rivaille bukan hanya sebuah kursi kelas ekonomi, tetapi seluruh kursi. Satu gerbong kereta tanpa penumpang. Semuanya milik Rivaille. Jadi, Rivaille bisa berpindah-pindah dari satu kursi ke kursi lain.
Inilah hal yang paling disukainya: melihat pemandangan bergerak. Rivaille usia tujuh tahun tidak diberikan susu, tetapi alat tulis, alat lukis, dan kamera kecil. Ia memilih kamera karena bisa mengabadikan berbagai benda. Rivaille memotret pemandangan di jendela. Memotret gerombolan sapi di peternakan sana. Memotret pepohonan yang hanya berdiri diam. Memotret anak-anak yang berlari mengejar. Memotret sobekan awan di atas bukit dari kejauhan.
Rivaille juga mengagumi kotoran burung dan bercak sidik jari penumpang kereta yang membekas di kaca jendela. Ia memotret semuanya.
Tak lama kemudian, saat usianya bertambah, Rivaille paham mengapa ia menyukai kereta api. Ketidakpastian adalah hal yang membuatnya senang. Kereta api terus bergerak dengan pemandangan dinamis, tiap detiknya menawarkan objek-objek berbeda untuk difoto. Mungkin inilah yang mendorong Levi Ackerman pergi dari rumah, mencari kehidupan di Mitras yang memberinya kebebasan, menjadi Rivaille yang kaukenal.
Si Tua Bangka Kenny membiarkannya pergi, tetapi ia menyertai Rivaille dengan kalimat wejangan yang terpatri seumur hidup. Salah satunya adalah "Ingatlah, Cebol! Jadilah gila, lakukan hal-hal gila, tapi jangan menyesal setelahnya." Dan Rivaille tahu ia telah melakukan banyak hal gila selama tiga puluh tahun kehidupannya, salah satunya adalah jatuh cinta pada si model remaja Eren Jaeger.
Eren Jaeger adalah sosok dinamis yang mengingatkan Rivaille akan kereta api. Ia sekuntum bunga yang tak hanya berdiam di tepi rel, tetapi juga bisa menjelma pohon, sapi, angin yang membawa terbang putik dandelion, hamparan ladang, petir, hingga koyakan awan di atas gunung. Rivaille mengejar, berusaha memerangkap sosok dan hati Eren. Terkadang luput, terkadang buram (persis seperti foto peninggalan sang ibu yang buram). Foto-foto buram itu menghantui malam-malam sunyinya, membuatnya ingin mengumpat sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAUTE [RivaEre Fanfiction]
Fiksi PenggemarFotografer yang tak sekadar ingin memerangkap figur bermata hijau ke dalam kamera. Model berpikiran lurus yang menerima tantangan bertaruh tanpa tahu apa risikonya. [Won an Indonesian Fanfiction Awards 2013 for Best Romance Slash] First Published:...