126

319 36 2
                                    

[Belum revisi]
21/01/22

‼️ VOTE & KOMENT setelah membaca‼️






Mark terbangun dari ketidaksadarannya terlelap di samping Aleona dengan posisi dada terungkap di sisi ranjang, sedangkan tumpuhan bagian belakangnya terduduk di bangku. Tersadar dari tidur, di lihatnya Aleona yang masih tidur pulas, sebentar memberikan kecupan di kening.  Mark meraih telpon hotel untuk memesan makanan, perutnya lapar tepat ia bangun.


"Baik Tuan. Ada lagi?"

"Satu lagi, tolong buatkan bubur."

"Baik. Mohon di tunggu."

"Terima kasih."

Mark mencari tanda waktu. Sudah pukul 5 sore. Sudah 4 jam Aleona tertidur selepas meninggalkan rumah yang di tempati Haelen. Gadis itu terlihat belum ingin bangun dari tidurnya. Mark mengulur tangan, menyentuh pipi Aleona, memberi usapan lembut disana. Diamnya, terpikirkan ingin membangunkan Aleona sekedar mengisi perut, dia yakin gadis itu belum makan apapun. Namun terurung, empat jam di rasa belum cukup bagi gadisnya mengingat istrinya terjaga semalaman membantu pelepasan dan juga menemui Haelen.

Waktu terus berlarut, satu jam berlalu. Bel kamarnya berbunyi. Selama itu ia memadangi wajah tenang sang istri, Mark lupa bawah pesanananya cukup memakan waktu.





"Hueekk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"Hueekk... huuggeehh..."

Irene mabok. Terasa seperti telah mengalami gempa bumi, isi perutnya sangat memualkan, kepalanya terasa pusing luar biasa, dan lututnya gemetar lemas. Pertama kalinya Irene mendapati kegilaan orang berkendara. Jaemin benar - benar tidak waras di jalanan, seperti orang kesetanan menantang maut ketimbang memperkecil waktu sampai tujuan.

Dalam hati, Irene mengutuk Jaemin berbagai makian, bocah itu benar - benar sialan dalam berhendara, bak petarung yang hanya membawa satu nyawa.

Dan si peluku itu hanya memadanginya dengan ringisan culas melihat tatapan tajam Irene.

"Aku tidak memaksamu ikut. Jadi jangan salahkan aku dan motorku. Huh!"

Bocah sialan!

Irene ingin meledak, tapi— raut wajahnya seketika berubah. "Kepalaku pusing, r–rasanya — hhaahh — i ingin— hahh— pingsan..." napasnya tersengkal. Mulutnya masih berusaha memuntahkan sesuatu, meski hanya air liur yang keluar.

Kalau bukan rasa iba melihat keadaan menyedihkan Irene. Jaemin sudah ingin mengabaikan setibanya mereka di halaman depan hotel. Jaemin pikir Irene bersemangat karena sudah sampai, karena begitu ia menghentikan motornya, Irene meloncat begitu saja.

"Ck. Merepotkan!"

"Tunggu— hah— hah — sebentar lagi... jangan tinggalkan aku sendirian disini." tangan Irene melambai meminta Jaemin membantunya bangun yang terduduk lesu di atas aspal.

SECRET TO SECRET Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang