TIGA PULUH LIMA

132 8 0
                                    

Dalam perjalanan ke St. Andrews Sea memilih untuk tidur. Semalam ia benar-benar tak bisa tidur. Ia menyesali ucapannya pada Duke David. Tapi ia juga berharap agar pria licik itu tak akan menggunakan perkataan Sea untuk mengambil keuntungan.

Di pertengahan jalan tepatnya di Kicklardy mereka beristirahat. Sea bersama pengawal pribadi Earl sekaligus sopirnya masuk ke sebuah restoran untuk mengisi perut.

Sambil menunggu pesanan, Sea pergi ke toilet untuk membasuh mukanya. Ia merasa lebih segar sekarang. Setelah merapikan rambutnya di cermin toilet ia kembali ke meja tempat duduk tadi.

Baru saja pelayan menyajikan hidangan pesanannya suara sapaan Duke mengagetkan Sea. Ia hampir menjatuhkan ponselnya.

"Halo Lady Ediburgh, kita bertemu lagi" Duke langsung menarik kursi dan duduk di hadapannya.

"Tentu saja Yang Mulia. Ini adalah tempat umum" balas Sea sedikit jutek.

"Kau benar. Tapi... Beruntung bertemu dirimu disini jadi aku... Maksudku kita akan membahas ucapanmu semalam bahwa... ".

Ucapan Duke terhenti karena gerakan refleks Sea membekap mulut Duke dengan telapak tangannya. Sambil melotot sekilas.

"Hmmm... Kita akan bicarakan itu nanti Walter. Tidak disini. Kau lihat pengawalku memandang terus kesini" bisik Sea sambil menurunkan tangannya dengan kaku.

Ia merasa malu dengan sikapnya barusan. Apalagi beberapa orang melihat ke arah mereka dan tersenyum geli.

Pesanan Duke datang.

"Ayo makan. Aku sudah lapar" kata Duke tanpa canggung. Sepertinya kejadian barusan tak berarti apa-apa baginya.

Sea menjadi salah tingkah. Semburat merah memenuhi wajahnya. Ia mengutuk tubuhnya yang bertindak berlebihan. Apalagi jika itu berkaitan dengan gelar Lady nya.

Duke mengunyah makanannya dengan santai dan sesekali mencuri pandang pada Sea. Ia merasa puas bisa melihat wajah Sea sedekat ini. Benar-benar suatu keberuntungan.

Setelah makan dan membayar mereka keluar bersama ke halaman parkiran.

"Jadi, apa yang kau inginkan Walter?" ucap Sea pelan sambil melipat tangan di dadanya.

"Aku ... Bukankah kau yang mengajukan dirimu? Dan aku sudah melakukan bagianku tadi. Jadi apa yang aku dapatkan?" Duke balik bertanya.

Sea menoleh pada pengawalnya yang berdiri tak jauh darinya. Ia merasa takut, pengawal itu akan melapor pada Earl.

Duke menghampiri pengawal itu dan terlihat berbicara serius. Pengawal itu hanya mengangguk patuh tanpa bicara satu kata pun. Sea hanya mengerutkan kening dan menduga apa yang mereka bicarakan.

Tak lama kemudian Duke datang dan langsung menarik tangan Sea menuju mobilnya.
"Jangan tanya apa pun sekarang atau pengawalmu akan curiga dan melapor pada ayahmu" Bisik Duke sambil menyeret langkah Sea.

Sea menoleh melihat pengawalnya hanya mengangguk.

Lalu Duke membuka pintu mobil bagian depan dan meminta Sea masuk. Sedangkan ia mengitari mobil dan duduk di belakang kemudi.

Dada Sea naik turun saking gugupnya. Entah apa yang terjadi sekarang, ia merasa gelisah dan juga terintimidasi.

"Kita akan membahas itu dalam perjalanan" ucap Duke sambil menarik sabuk pengaman dan memakaikan kepada Sea.

Sea hanya menahan napasnya dengan tegang. Aroma maskulin khas pria dewasa tercium tajam. Detak jantungnya tak karuan. Ia bahkan menggigit bibirnya. Seluruh sarafnya seperti lumpuh.

Perlahan mobil Audy hitam sang Duke mulai meninggalkan halaman restoran dan melaju mulus di jalan raya. Sedangkan mobil Sea mengikuti mereka dari belakang.

"Jadi, Lady Seana... Apa yang membuatmu yakin dengan jaminan kata-katamu semalam?" Duke membuka percakapan tanpa menoleh pada Sea.

Bagaimana pun juga ia sedang menyetir jadi harus fokus.

Sea menunduk dan berpikir keras. Ia pun tak tahu jawaban apa yang harus dikatakan pada Duke. Ia meremas sabuk pengaman.

"Apa kau baik-baik saja Sea? Buat dirimu nyaman. Aku tak berniat jahat padamu. Aku hanya ingin mendengar penjelasan darimu. Itu saja. Setelah itu kau boleh kembali ke mobilmu" kata Duke lagi. Ia heran dengan sikap Sea.

Setahu Duke, gadis berambut pirang ini selalu berani bicara dengan sikapnya yang ketus pada  Duke.

"Aku tidak tahu" jawab Sea pelan sambil membuang pandangan ke samping. Ke luar pintu mobil.

Duke tertawa.

"Bagaimana bisa kau tidak tahu? Semalam saat kau bicara, nada suaramu terdengar yakin dan semangat".

" Itu ... Terucap begitu saja. Jangan tertawa"protes Sea. Wajahnya merah padam. Rasanya ia ingin keluar dari mobil dan berlari sejauh mungkin. Ia sangat malu sekali.

Apalagi jika ia ingat semua perlakuan kasarnya pada Duke. Mungkin ini yang namanya karma.

Duke memperlambat laju mobilnya. Ia memandang Sea sekilas.

"Jadi... " kata Duke lagi.

"Kau bisa memintaku melakukan apa saja Walter. Aku  akan menepati apa yang sudah aku ucapkan semalam" balas Sea.

Duke mengangguk berulang kali.
"Baiklah. Jika itu keputusanmu. Kau sendiri yang mengatakannya jadi aku anggap kau selalu akan setuju dengan apapun itu. Tanpa protes dan penolakan. Benarkan? ".

Sea mengangguk cepat.
" Ya"jawabnya singkat.

Dalam hati ia semakin membenci dirinya. Entah apa yang terjadi di depan, ia tahu ia baru saja memulai perjalanannya ke neraka.

Setelah itu keduanya terdiam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Menurut Sea, Duke pasti sedang mengurutkan semua jenis permintaan yang akan dilakukannya.

Benar-benar gadis yang malang. Tapi apa boleh buat, dirinya sendiri yang menyeret langkahnya ke lubang buaya.

Andai saja ia lebih bisa menjaga sikapnya pada Duke dari awal, maka hal ini tak akan terjadi. Sesal Sea dalam hati.

Benar-benar pria yang beruntung...

Batin Sea sambil menatap Duke tak berkedip.

Duke menangkap momen itu dari sudut matanya. Hatinya begitu tentram melihat bola mata biru Sea menatap dirinya.

Sinar mata yang biasanya menatap ketus dan tak suka, berbeda dengan ini.

Binar mata lembut dan kagum. Sangat meneduhkan hati.

Aku pasti sudah gila. Batin Duke. Tapi ia tersenyum sendiri. Sengaja ia tak menoleh pada Sea. Ia ingin menikmati tatapan itu lebih lama...

***

BLUE ( Sky & Sea ) /COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang