TIGA PULUH SEMBILAN

122 8 0
                                    

Biasanya saat pulang ke Edinburgh hati Sea akan penuh kegembiraan seakan pulang ke High Land. Istana Holyrood adalah rumah kedua. Bahkan sejak melanjutkan kuliah Sea lebih banyak pulang ke Edinburgh. Makanya perasaan sayangnya pada Earl Rosebery sama seperti ayahnya.

Namun kali ini berbeda. Tak ada sambutan dan pelukan gembira. Pria yang disayanginya itu terbaring sakit, wajahnya pucat dan bahkan ia berbicara seolah-olah tak ada hari esok.

Sea kini dalam perjalanan pulang ke St. Andrews. Tubuhnya lelah harus bolak-balik. Tapi pikirannya  terus terpaut pada sosok Earl dan juga kotak yang kini ada di tangannya.

Kemudian matanya beralih pada cincin emas bermata ruby yang ada di jarinya.

Sky, saat aku melihat cincin ini aku merasa aneh tapi disisi lain aku senang karena kini semuanya semakin jelas...
Aku merindukanmu. Entah seperti apa dirimu sekarang...
Pulanglah dan tengok ayahmu...

Tulis Sea pada aplikasi chat lalu mengirimnya pada Sky. Tak lupa ia memotret cincin di jarinya. Dan mengirimnya juga. Ia sangat berharap bahwa Sky akan membalasnya.

Tiba di asrama sudah larut malam. Ia langsung tidur tanpa memeriksa ponselnya lagi.

Keesokan harinya seperti biasa Sea berangkat ke kampus. Tak ada mata kuliah lagi namun ia pergi ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku referensi.

Baru saja ia keluar dari perpustakaan dan ingin menemui teman-temannya di kelas, ponselnya berdering. Itu dari ayahnya.

"Pulanglah ke Holyrood sayang... Uncle James telah berpulang". Suara ayahnya berat dan dalam. Seperti menyimpan kepedihan yang teramat sangat.

Tangan Sea gemetar. Ia berdiri terpaku pada tempatnya. Lalu ponselnya kembali berdering. Nama Louis tertera di layar.

"Aku tahu, ini berat tapi percayalah ini yang terbaik. Ingat semua perkataannya padamu. Jadilah putrinya yang kuat, Lady Edinburgh".

" Kakak... "bisik Sea lirih.

Louis sudah mengakhiri panggilannya. Dengan langkah lebar Sea berjalan menuju gerbang. Ia akan berangkat ke Holyrood dengan taksi atau apapun. Ia menelpon Meghan untuk memberitahu.

Tiba di asrama Sea berkemas. Tak banyak. Hanya beberapa pakaian kabung dan juga kotak cincin itu.
Ponselnya kembali berdering. Louis menghubunginya lagi.

" Sopir akan menjemputmu. Mobil sudah dalam perjalanan".

Baru saja ia menutup kopernya, ponselnya kembali berdering. Nomor baru. Dengan ragu, Sea menjawabnya.

"Big bos telah meninggalkan kita. Tak ada kasih sayang yang lebih besar dari kasih sayangnya.Tunggu aku, kita berdua harus datang bersama  ke Holyrood".

" Sky... "ucap Sea perlahan. Dadanya begitu sesak. Suara yang tak pernah di dengarnya hampir 2 tahun ini. Bahkan rupa wajahnya sudah hampir 5 tahun.

" Ya ini aku. Bersiaplah. Aku akan segera tiba. Tunggu aku".

"Baiklah... ".

Sea masih saja menatap layar ponselnya walau panggilan itu sudah berakhir dari tadi.
Segala perasaan bercampur aduk.

Entah aku harus senang atau menangis saat ini. Aku senang kau pulang, tapi hatiku menangis karena uncle... Juga kepulanganmu yang bagiku tidak pada waktu yang tepat.

Sea berdiri di jendela kamarnya dan menatap jauh ke bawah. Belum terlihat mobil dari Edinburgh jadi ia memutuskan untuk tidur sebentar. Ia benar-benar  lelah, jiwa raga.

Tepat jam 04.00 ponsel Sea berdering, ia tahu itu dari Sky jika dilihat nomornya sama.

"Aku sudah menunggu di parkiran asrama. Cepatlah turun".

Sea segera meraih koper dan mantelnya lalu turun. Berbagai pertanyaan dan dugaan muncul di pikirannya. Semakin dekat dengan gerbang ia semakin gugup. Sudah lama sekali ia tak melihat rupa Sky kekasihnya.

Setelah pengawal sekaligus sopir memasukan koper Sea di bagasi, Sea langsung masuk di jok belakang. Ia menatap Sky yang tersenyum padanya dengan canggung.

Sky memeluknya erat.
" Lama tak bertemu Sea. Kau terlihat berbeda. Semakin cantik".

Pipi Sea panas. Jujur saja, ia belum pernah berpelukan seperti ini jadi ia tak tahu harus melakukan apa.

"Kau terlihat canggung" protes Sky sambil melepaskan tangan Sea.

"Oh... Itu, aku hanya sedikit gugup. Aku kaget bisa bertemu lagi denganmu. Maafkan aku" balas Sea menunduk.

Sky mengerti apa yang dimaksud oleh Sea. Tapi ia tak ingin membahasnya. Mereka berdua terdiam.
Lalu ponsel Sky berbunyi dan ia menatap Sea sebentar lalu menjawab.

".... ".

" Aku belum tiba"jawab Sky.

".... ".

"Ya. Aku akan mengabari dirimu".

".... ".

"Ya. Tentu saja".

"....".

" Bye... ".

Sky menutup ponselnya dan memasukan ke dalam saku mantelnya.

Ia menoleh pada Sea yang menatap keluar jendela. Ada rasa bersalah saat memandang wajah wanita itu. Ia meremas jarinya.

" Bagaimana dengan kuliahmu?"tanya Sky.

" Baik".

"Aku dengar dari ibu kau hampir selesai".

" Ya. Beberapa hari lagi aku ujian".

"Lalu apa yang akan kau lakukan setelah lulus? ".

" Aku akan bekerja".

"Aku kira kau akan menikah denganku".

Wajah Sea terlihat memerah. Ia pikir jawabannya salah tapi memang itu rencananya.
Ada perasaan tak enak terhadap Sky. Ia memandang cincin ruby di jarinya.

" Kau berhak menentukan keinginanmu Sea".

"Ya. Tentu saja" balas Sea sedikit ketus. Ia tahu Sky sedang berusaha melakukan sesuatu padanya.

Kemudian mereka kembali diam. Hingga mobil memasuki halaman istana. Banyak mobil terparkir dengan rapi. Orang-orang berlalu lalang dengan pakaian kabung.

Kaki Sea terasa lemas saat turun. Ia baru saja ada di tempat ini kemarin dengan penuh harap bahwa Earl akan sembuh. Namun takdir berkata lain.

"Ayo" ajak Sky menyadarkan Sea dari lamunannya.

Sea menyerahkan mantelnya pada Joanna yang berlari menghampirinya. Mata Joana terlihat sembab.

Beberapa kerabat yang ada disitu saling berbisik ketika Sky dan Sea masuk untuk memberi penghormatan pada Earl.

Ada Louis dan istrinya Alesandra. Juga Countess Marry yang duduk dengan anggun di samping jenazah Earl yang terbujur kaku dengan pakaian kebesarannya.

Sky menghambur ke pelukan ibunya dan menangis. Countess Marry hanya menepuk punggung putra bungsunya tanpa air mata. Sulit mengartikan ekspresinya.

Sea hanya berdiri mematung di samping jenazah Earl.

"Terima kasih uncle sudah menyayangiku dengan tanpa syarat. Aku... ". Air mata Sea keluar tanpa sadar. Rasanya ia ingin berteriak sekencang mungkin agar pria itu kembali membuka mata.

Louis merangkulnya.
"Ingat saja segala pesannya. Hiduplah dengan baik" Louis mengusap rambut Sea dengan lembut.

Ia sadar, selama beberapa tahun terakhir, hanya Sea yang rajin datang ke Holyrood. Ia sibuk bekerja di Glasgow sedangkan Sky di New York tanpa pernah pulang saat libur.

Memikirkan itu ia mengeraskan rahangnya. Ia sungguh menyesali waktu yang terbuang. Penyesalan seorang anak yang tak punya waktu untuk orang tuanya.

Ia menatap tajam pada Sky yang berdiri di samping Sea.

"Sekarang, kau bisa menghabiskan seluruh hidupmu di New York. Tak ada yang akan memintamu untuk pulang".

Louis melepaskan tangan Sea dan beranjak dari ruangan itu. Ia sama sekali tak ingin bersalaman dengan Sky adiknya.

* * *

BLUE ( Sky & Sea ) /COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang