EMPAT PULUH EMPAT

121 11 0
                                    

Sudah 3 hari sejak Sea dan rombongan tiba di Haiti, bahkan seluruh agenda mereka hampir selesai. Besok pagi mereka akan kembali ke Skotlandia.

Namun, sesuai jadwal malam ini adalah malam penyerahan donasi bagi badan amal di Haiti. Akan ada dinner yang disiapkan oleh Perdana Mentri Haiti di pusat kota Port Au Prince.

Sea dan rombongan baru berangkat dari Les Cayes ketika hari menjelang sore.

Tiba di penginapan, mereka langsung bersiap. Tak banyak yang harus di lakukan. Bahkan Sea tak kesulitan mencari gaun karena tim sponsor telah mengirimkan pakaian dari butik terbaik di sini lengkap dengan tim make up.

Ini bukanlah hal baru bagi Sea untuk pergi ke acara semacam ini. Dulu saat mendiang Earl masih hidup, hampir tiap bulan diakhir pekan atau hari libur Sea selalu mendampingi Earl ke acara-acara ini.

Karena tubuh Sea yang proporsional dan ia adalah gadis belia yang cantik maka tak sulit sama sekali untuk menemukan gaun yang cocok.

Tepat pukul 07.00 malam mobil yang menjemput mereka telah melaju untuk mengantar mereka ke salah satu ballroom mewah di kota ini.

Saat memasuki pintu Sea terkesiap melihat isi ballroom yang megah dan elegan. Berbanding terbalik dengan kehidupan di luar sana. Rakyat jelata dengan kehidupan yang miris.

Tapi sudahlah, Sea menepis pikiran itu. Toh, ia bukan Presiden atau Perdana Mentri yang harus pusing memikirkan itu. Intinya, ia dan timnya telah melakukan bagian mereka. Selebihnya itu  adalah urusan rumah tangga orang.

Sea melihat sebuah meja kosong di sudut dan ia bergegas ke sana. Memang ia adalah yang termuda dari rombongan dan juga ia satu-satunya yang single. Jadi ia bingung untuk menentukan sikap tatkala timnya yang merupakan pasangan saling menyapa orang-orang lain.

Bahkan disini adapula rombongan lain seperti mereka. Badan amal pribadi dari pengusaha kaya raya maupun bangsawan kaya. Mereka melakukan hal yang sama.

Mereka di tempatkan menyebar ke seluruh wilayah terdampak bencana. Sea benar-benar merasa asing. Dalam hati ia berharap agar suasana canggung ini segera berakhir.

"Ternyata kau disini" sapa Duke yang sudah berdiri menjulang di hadapan Sea dengan tuxedo putih dan terlihat memegang gelas wine. Jika saat pertemuan pertama mereka Duke terlihat  seperti orang kebanyakan yang datang ke kamp pengungsian. Maka Duke sekarang yang ada di hadapan Sea adalah pria tampan yang menegaskan dirinya pada semua orang bahwa dialah Duke of Roxeburghe.

"Oh Walter, syukurlah kau datang. Aku hampir gila dengan suasana asing ini" balas Sea berbinar.

Duke menarik kursi dan duduk tepat dihadapan Sea.
"Kau tampak cantik seperti biasanya. Bahkan kini kau terlihat lebih dewasa"bisik Duke sambil terkekeh.

Sea melotot padanya dengan kesal.
" Jaga bicaramu Walter atau aku akan pindah sekarang".

"Tapi aku benarkan? Beberapa bulan tak bertemu denganmu membawa perubahan... ".

" Jika kau masih bicara tak jelas, aku akan pindah dari sini"wajah Sea bersemu merah saat tatapan Duke berhenti di dadanya yang sedikit rendah.

Memang hanya ini gaun satu-satunya yang dianggap Sea sopan dari semua gaun yang dibawa oleh karyawan butik tadi. Meskipun ia benci potongan dadanya yang menampilkan lekuk payudara bagian atas tercetak dengan jelas. Ia meletakkan telapak tangan di dadanya.

Bertepatan dengan itu MC segera memulai acaranya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bertepatan dengan itu MC segera memulai acaranya. Fokus Duke kembali teralihkan pada panggung lebar di depan sana.

Sea menyesap minumannya yang terlihat mirip sirup. Kerongkongannya benar-benar butuh sesuatu yang basah. Lihatlah, pria tampan di hadapannya yang begitu sempurna.

"Besok penerbanganmu jam berapa? " tanya Duke tiba-tiba  memutus lamunan Sea.

"Aku belum tahu. Ayolah, kami tim jadi itu diurus orang lain" jawab Sea sedikit gugup.

"Oh ya, tapi ada yang ingin kutanyakan padamu. Aku minta maaf sebelumnya. Kenapa kau tak pernah menghadiri beberapa undangan sejak ayahmu meninggal? " tanya Duke serius.

Sea menggigit bibir bawahnya. Ia berpikir keras untuk mencari jawaban yang tepat.

"Aku sibuk Walter".

" Tapi setidaknya sesekali kau hadir demi mendiang ayahmu. Aku bertemu Louis waktu di Glasgow dan ia mengatakan sudah mengirim semua undangan yang datang atas namamu. Tapi ia tak tahu kalau kau memang tak berniat datang".

"Walter, aku menjalani hari-hari yang berat dan sibuk. Kepergian Earl begitu tiba-tiba dan segalanya pun berubah dengan cepat. Aku bahkan tak tahu caranya berdiri setelah pemakaman itu... " suara Sea pelan dan getir.

Duke mengulurkan tangan dan mengusap pundaknya.

"Kenapa kau tak membagi itu denganku" bisik Duke pelan. Hal itu membuat keharuan di hati Sea tiba-tiba hilang begitu saja.

"Seperti yang kau katakan tadi, aku ingin menjadi perempuan dewasa Walter".

Duke hampir tertawa mendengar jawaban konyol Sea. Tapi kemudian ia mencerna kalimat itu. Mungkin ini adalah momen Sea untuk menemukan dirinya sendiri.

" Bisakah kita tak membahas Edin dan segalanya? "ucap Sea dengan wajah memelas.
" Aku  ingin hidup dengan pilihan dan jalanku sendiri. Dan tolong jangan panggil aku dengan sebutan Lady Edinburgh. Aku ingin menghapus nama itu. Aku ingin menjadi diriku sendiri"lanjutnya.

Duke hampir menjatuhkan gelasnya. Ia tak percaya apa yang dikatakan Sea.
"Tapi kenapa? ".

" Aku punya alasanku sendiri. Tolong bantu aku". Sea membuang wajahnya ke samping ia berusaha menahan air matanya yang sedikit lagi merebak.

"Aku ke toilet sebentar". Ucapnya dan langsung berdiri dan berjalan ke arah timur ballroom.

Begitu menemukan toilet ia segera mengunci diri di salah satu bilik dan membiarkan air matanya meleleh begitu saja. Tanpa suara, tanpa isak. Ia menangis dalam diam.

Ia mencuci tangannya dan menyeka wajahnya dengan tisu. Kemudian ia keluar setelah merasa lebih baik.

Baru beberapa langkah berjalan ia dikejutkan dengan sapaan Duke.
"Kau sudah selesai? ".

" Ya".

"Aku takut kau tersesat jadi aku mengikutimu. Ayo masuk. Makan malam akan dimulai" ajak Duke. Ia memberi jalan agar Sea melangkah lebih dahulu.

Baru saja mereka masuk, mata Sea menangkap sepasang pria dan wanita yang tampak tak asing. Sea memfokuskan pandangannya. Benar. Itu Sky dan siapa wanita yang bergelayut di lengannya?

"Apa kau akan menyapa kakakmu dan istrinya? " tanya Duke tiba-tiba yang membuat jantung Sea hampir melompat keluar.

"Bisakah kita pergi dari sini?". Ucap Sea dengan pandangan yang masih tertuju pada Sky yang sedang berbincang dengan seorang pria paruh baya. Dan bagai gerakan lambat pandangan mata mereka bertemu. Sky terlihat mengerutkan keningnya.

Dengan spontan Sea menarik tangan Duke dan berjalan cepat ke pintu keluar. Duke hanya mengekor di belakangnya dengan seribu satu pertanyaan.

"Bawa aku pergi dari sini, kumohon"kata Sea begitu mereka sudah di luar.

Duke melepaskan tangannya dan berjalan menuju mobilnya. Ia membuka pintu dan meminta Sea masuk diikuti dirinya. Lalu meminta sopirnya untuk pergi dari situ.

" Jangan tanyakan apapun Walter. Traktir aku makan di mana saja. Aku lapar". Sea memejamkan mata dan bersandar pada jok mobil.

Duke hanya menggeleng tak percaya pada apa yang barusan terjadi.
"Tempat biasa Carol". Ucapnya pada sopir.

" Ada makanan gratis di sana, kau malah meminta makanan di luar"protes Duke sengaja ingin menggoda Sea.

"Kau pelit sekali. Aku akan mengganti uangmu nanti".

Duke tertawa lebar.
Ada apa dengan gadis ini? Lama tak bertemu membawa banyak perubahan pada dirinya. Tapi kenapa ia menghindari kakaknya? Ah, masa bodoh dengan hal itu. Yang penting sekarang ia bersama dengan gadis ini. Lady Edinburgh yang sangat ia rindukan.

Duke mengulurkan tangan dan membelai rambut Sea, dan Sea tak menolak itu.

***

BLUE ( Sky & Sea ) /COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang