EMPAT PULUH ENAM

150 12 0
                                    

Keesokan harinya, jadwal keberangkatan Sea dan rombongan pekerja kemanusiaan maju lebih cepat. Itulah sebabnya ia tak sempat mengucap selamat tinggal pada Duke.

Lagi pula ia juga tidak tahu dimana pria itu dan anak buahnya menginap. Ia memandang jas hitam yang terus saja ada dalam pegangannya. Ya. Sea tak meletakkan jas itu dalam kopernya. Ia malah memasukan ke dalam paperbag dan menentengnya kesana kemari seperti oleh-oleh. Ia takut jas itu rusak apalagi hilang karena setahunya jas ini tentu sangat mahal mengingat siapa pemiliknya.

Begitu pesawat take off Sea langsung memposisikan dirinya untuk tidur. Memang Semalaman ia tak bisa memejamkan mata hingga dini hari.

Bukan saja karena rasa takut sendirian yang melanda dirinya, tapi juga karena wajah Sky dan perempuan yang disebut Duke sebagai istri Sky yang melekat sempurna di pelupuk matanya.

Ia begitu kesal pada dirinya. Bahwa walaupun kebencian begitu besar pada Sky tapi bertemu secara langsung seperti itu membuat hatinya sakit bukan kepalang. Dalam hati ia mengucapkan sumpah serapah pada Sky dan istrinya.

Itulah sebabnya pagi ini ia sangat mengantuk. Jadi ia memutuskan untuk tidur saja selama penerbangan ke Skotlandia.

Setelah penerbangan yang begitu lama dan melelahkan akhirnya Sea bisa menginjakan kakinya kembali di St. Andrews.
Taksi yang mengantarnya ke apartemen sederhananya baru saja meninggalkan Sea dengan kopernya.

Ia langsung menggeret kopernya masuk ke kamarnya. Dengan hati-hati ia meletakan paperbag yang berisi jas di dalam lemarinya. Ia akan mengantarnya ke laundry.

Setelah mandi dan membereskan seluruh sudut apartemennya ia membuka laptop untuk mengerjakan laporan yang akan diserahkan ke kampus.

Baru saja ia menyeruput teh hangat ponselnya berdering dan menampilkan deretan angka. Itu artinya seseorang yang tak dikenalnya menghubunginya. Sea pun menjawab ramah.

"Apa ini betul Seana? " Suara perempuan menyapanya.

"Ya"... " jawab Sea ragu.

"Aku Laura istrinya Sky"...

Deg!!! Jantung Sea berdetak cepat. Ia menjauhkan ponsel dan menarik napas panjang.

" Ada apa, aku sedang sibuk".

"Jaga sikapmu terhadap suamiku"..

" Maaf. Aku tak punya urusan sama sekali. Anda salah orang"...

"Sky tak mencintaimu. Kau adalah mantannya dan aku istrinya. Dilihat dari segi manapun kau hanyalah orang kampung yang ada di masa lalunya. Kuharap kau paham maksudku".

" Nyonya Laura yang terhormat. Kurasa anda salah paham. Maksudku aku tak mengenal anda sama sekali juga suami brengsekmu itu. Asal kau tahu, pria yang sedang kau puja sebagai suami tercintamu sebenarnya adalah sampah yang sudah aku buang 4 tahun lalu. Jadi silahkan jalani hidupmu tanpa mengganggu orang lain"....

Sea langsung mematikan sambungan ponselnya dan memblokir nomor Laura. Pipinya panas memikirkan semua ucapan Laura.

Sialan kau Sky!!!
Brengsek!! Aku membencimu selamanya !!!

Umpat Sea membanting apapun yang ada di hadapannya. Ia benar-benar murka. Amarahnya meledak begitu saja. Rasanya ia ingin membunuh seseorang saat ini.

Ia menahan dirinya untuk tidak menangis. Ia sudah pernah berjanji bahwa tidak akan meneteskan airmata untuk pria brengsek itu. Cukup rasa malu yang ditimbulkan dari perjodohan itu. Tak ada lain lagi.

Fine... Kita lihat saja siapa yang akan menangis darah dan memohon suatu hari nanti...

Jika itu kau, maka aku berjanji akan menendangmu sejauh mungkin hingga tak ada tempat bagimu di manapun.
Aku membencimu.. !!!

Ponsel yang teronggok di ranjang berdering lagi. Sea melihat nama Duke tertera di layar. Masih dengan rasa marah yang memuncak ia menjawab panggilan itu.

"Hai Lady Edinburgh... " Sapa Duke.

Tak ada jawaban dari Sea. Ia masih berusaha menetralkan amarahnya.

"Apa kau sibuk? ".

" Katakan ada apa, aku sedang tidak dalam mood yang baik untuk meladenimu Walter"balas Sea cepat.

"Ada apa denganmu?".

" Satu lagi, jika kau masih menyebutku dengan nama sialan itu, maka kupastikan akan memblokir nomormu!".

"Hei... Apa kau baik-baik saja?".

" Tidak!".

"Apa sesuatu terjadi?".

" Tidak ada".

"Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa Sea".

Sea tak membalas ucapan Duke. Ia langsung mematikan sambungan ponsel itu. Rasa kesal dan amarah begitu merasukinya saat ini.

Aku akan membalasmu pria brengsek... !!!

Sea mandi secepat kilat. Ia berniat ingin mencari sesuatu untuk menghibur dirinya. Ia belum memutuskan apapun tapi itu tak masalah. Ia pikir akan menemukan ide saat di jalan.

Dengan pakaian kasual khas dirinya dan sling bag ia keluar dari apartemen dan menyewa taksi. Satu ide terlintas begitu saja di pikirannya. Ia ingin makan sesuatu yang pedas dan menonton film. Setidaknya ini akan menghiburnya. Melupakan kekesalannya.

Ia ingin menelpon Rose tapi ia takut mereka akan meledeknya bahkan menertawakan dirinya. Jadi ia akan memeluk dirinya sendiri.

I'm fine...
I'm okay...
I'm strong...

Ia mengulang kata-kata itu sepanjang jalan.

Tiba di tempat yang dia inginkan Sea segera membeli beberapa makanan pedas dan sekaleng minuman soda. Ia mencari tempat di dekat taman dan duduk santai lalu mulai mengunyah makanan pedasnya.

Dengan pipi yang memerah karena kepedasan ia pun meneguk minuman soda untuk meredakan rasa terbakar di lidahnya. Dan benar-benar ampuh... Sea membuang bungkusan makanan dan kaleng kosong ke tempat sampah.

Ia melihat banyak orang mulai berdatangan untuk sejenak beristirahat. Bahkan beberapa pasangan dan juga anak-anak yang digandeng orang tuanya berlari antusias mengitari area taman.

Sea memandang tak berkedip. Pikirannya kembali menerawang ke masa kecilnya di High Land. Tidak. Bukan itu. Tapi di Edinburgh. Di istana Holyrood.

Ia yang selalu di perlakukan seperti princess oleh Earl, Louis dan juga Sky. Mereka selalu mengistimewakan dirinya. Menghujaninya dengan kasih sayang yang melimpah. Ia bahkan tak ingat apa ia pernah menangis atau tidak.

Karena  setiap datang ke Edinburgh, segalanya selalu indah dan menyenangkan. Berada diantara Louis dan Sky membuatnya merasa bangga menceritakan pada teman-temannya di High Land.

Ia selalu pulang dengan setumpuk gaun mewah , sepatu dan juga pita rambut. Belum lagi makanan-makanan manis kesukaannya. Ia selalu tak sabar untuk menghabiskan liburan di Edinburgh.

Genggaman hangat tangan Earl begitu membekas di hati Sea, bahkan hingga kini. Ia tak percaya segalanya berubah dengan cepat.

Ah... Uncle... Kau pergi terlalu cepat. Aku merindukanmu...

Tanpa sadar butiran bening jatuh begitu saja. Angin senja yang berhembus menyadarkan Sea untuk menghapus air mata itu. Ia malu orang-orang memandangnya...

Uncle... Aku baik-baik saja.
Aku akan selalu merindukanmu...

***

BLUE ( Sky & Sea ) /COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang