Aku pernah membaca sebuah kutipan yang berbunyi, bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil. Dan semua akan indah pada waktunya.Mungkin jika tidak merasakannya sendiri, sampai saat ini aku belum percaya.
Memang tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, tapi karena bertahap itulah yang membuatku menikmati prosesnya.
Selasa kembali menyapa, dan kelasku kembali dipertemukan dengan pelajaran olahraga. Setelah melakukan pemanasan dengan berlari mengelilingi lapangan sebanyak lima kali, kami kembali berkumpul di tengah lapangan basket.
Dengan napas yang memburu, aku berusaha mendengar arahan dari Pak Darma sebelum beliau mengizinkan kami beristirahat di pinggir lapangan.
Materinya masih seputar men-drible dan melempar bola basket. Setelah minggu lalu melakukan latihan, pertemuan kali ini kami akan pengambilan nilai dengan cara bermain secara berkelompok.
Karena anak cowok hanya dibagi menjadi dua tim, mereka mendapat kesempatan bermain lebih dulu.
"Gaes, gimana kalo kita taruhan lagi. Antara tim Astha dan tim Hafiz, kalian jagoin siapa?" celetuk Agatha disela sorak-sorai kami menyaksikan keseruan kedua tim saat bermain.
"Sok-sokan mau taruhan, yang kemarin aja kalah," ledek Deva membuat Agatha mengerucutkan bibir tak terima.
"Kali ini gue yakin bakal menang. Karna feeling gue mengatakan tim Hafiz bakal lebih unggul," ujar Agatha optimis.
Aku memperhatikan anggota di tim Hafiz lalu tersenyum penuh arti ke arah Agatha yang duduk persis di sampingku. "Karena ada Dafa, makanya Lo jagoin tim Hafiz kan?"
Sepersekian detik terjadi keheningan. Aku tidak tahu apa yang salah dengan ucapanku barusan sehingga mampu membungkam mulut ketiga sahabatku. Tak lama kemudian terdengar gelak tawa dari Deva dan Melia, sedangkan Agatha kembali mengerucutkan bibir.
"Dasar Agatha, ngajak taruhan ternyata modus buat dukung Dafa," ujar Melia.
"Wajar sih, Mel. Kan Dafa pemain basket andalan Harsa setiap ada lomba antar sekolah," kataku.
"Gue nyium aroma gamon nih," timpal Deva.
Kami kembali tergeletak. Benar-benar merasa puas meledeki Agatha. Meski begitu cewek berambut keriting itu tidak tersinggung atau marah sama sekali. Ia hanya mendengus kesal sambil mengerutkan bibir. Pipinya yang semerah tomat berhasil membuat kami terhibur.
"Gue tuh ngajak taruhan, kenapa jadinya malah ngeledekin gue." Helaan napas terdengar dari Agatha yang mulai merutuki kami.
"Sabar, Tha. Orang sabar disayang mantan," sahut Melia memperkeruh kondisi Agatha, yang tentu membuat aku dan Deva semakin tertawa.
"Diam Lo, Mel. Mentang-mentang gak punya mantan, kesenangan kan Lo ngeledek gue." Peringatan Agatha tidak dihiraukan oleh Melia.
"Iya dong, hati gue kan masih suci. Belum pernah dikasih buat orang lain. Gak kayak Lo sama Dara."
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...