Tiga hari kemudian aku kembali ke sekolah setelah dua hari kemarin terpaksa harus izin karena kakiku yang sakit sulit digunakan untuk berjalan tanpa bantuan orang lain.Sebenarnya kakiku belum sembuh total, itulah sebabnya mengapa aku belum dibolehkan mengendarai motor sendiri dan hari ini pergi diantar papa.
Tidak seperti biasa saat kakiku baik-baik saja, hari ini aku berangkat lebih lambat dan sampai di sekolah saat kondisinya sudah ramai. Untung saja di tangga tadi aku bertemu dengan anak kelas IPA 2 yang kebetulan satu organisasi denganku, sehingga kami bisa bersama-sama menuju kelas.
Sesampainya di kelas, beberapa orang yang melihat kedatanganku menyambut dengan girang sambil mengajukan berbagai pertanyaan mengenai kondisi kakiku.
Salah satunya adalah Citra yang saat itu sedang mengobrol bersama Anna dan Riana di depan kelas. "Dara, Lo udah masuk sekolah?"
"Iya, Cit. Lagian lama-lama tinggal di rumah bikin bosan," jawabku.
Citra kemudian menunduk memperhatikan kakiku. "Terus gimana kondisi kaki Lo? Masih bengkak, gak?" tanyanya lagi.
Aku menggoyang-goyangkan kaki kiriku yang sebelumnya terkilir. "Bengkak sih udah enggak. Tapi, kalo nyeri masih suka muncul kadang-kadang."
"Lo datangnya kecepatan, Ra. Kita baru aja rencana mau jenguk hari ini," kata Anna yang duduk di bangku bersama Riana.
Aku tersenyum. "Gak perlu repot-repot, An. Kan gue udah datang ke sekolah."
Setelah menjawab beberapa pertanyaan Citra dan Anna, aku pun pamit untuk masuk ke dalam kelas. Seperti saat di depan tadi, lagi-lagi kedatanganku disambut baik oleh mereka yang ada di dalam. Termasuk ketiga sahabatku.
Bahkan Agatha yang tadi duduk di kursinya, langsung berdiri dan berlari menghampiriku. Tak tanggung-tanggung cewek itu bahkan sampai memeluk begit eratnya.
"Astaga, Dara. Akhirnya Lo masuk sekolah juga disaat gue udah kangen banget." Agatha bertingkah seolah aku absen berbulan-bulan.
Pelukan Agatha yang sangat erat sempat membuatku kesulitan bernapas. "Tha, gue mungkin bisa mati kalo Lo gak lepas pelukan Lo sekarang."
Dengan dengusan, Agatha pun mengurai pelukan kami. "Lo bener-bener, yah. Gak ngerti kondisi banget. Padahal suasananya udah cocok, mellow-mellow."
"Mellow sih mellow, tapi gue hampir mati karna kehabisan napas ya gimana," kataku.
Kekesalan Agatha tidak berlangsung lama. Kali ini ia beralih menanyakan kondisi kakiku. "Kayaknya udah gak bengkak, yah. Lo juga udah bisa jalan normal, gak pincang lagi."
"Alhamdulillah. Di rumah gue diperlukan seperti orang lumpuh soalnya. Dilarang ninggalin kasur selain buat buang air." Saat aku memikirkan hal itu sebagai siksaan, Agatha menanggapinya berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Novela JuvenilJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...