Terlihat tegar di luar bisa jadi rapuh di dalam. Kata-kata itu sekiranya cukup menggambarkan bagaimana diriku sebenarnya.Meski di depan orang selalu terlihat bahagia tanpa beban, bukan berarti aku tidak pernah merasakan kesedihan. Aku hanya memiliki sebuah topeng kepalsuan yang selalu bisa menyembunyikan segala rasa sakit itu dari orang lain.
Tapi, kadang kala topeng itu menjadi tidak berfungsi dan menjadikanku menangis di depan orang-orang.
Seperti yang terjadi saat ini. Janjiku untuk tidak menangis lagi di sekolah harus aku langgar. Karena untuk kedua kalinya aku kembali menjatuhkan air mata. Jika yang pertama karena salah paham, kali ini karena perasaanku yang ternyata tidak terbalas.
Setelah membiarkan air mataku sebagai tanda kecewa jatuh hingga beberapa menit, akhirnya aku memutuskan kembali ke kelas.
Kondisiku yang entah sudah sekacau apa langsung menjadi bahan tontonan orang-orang. Terlebih ketika sampai di kelas, ketiga sahabatku Deva, Agatha, dan Melia menyambutku dengan raut wajah khawatir.
"Ya ampun Dara, Lo dari mana aja? Kenapa baru balik," kata Agatha.
"Sumpah, Ra. Kita pikir Lo kenapa-napa, kita sampai susulin ke toilet tadi," ucap Deva.
"Kata Anna tadi Lo ke kelas sambil cari Astha? Terus gak lama pergi lagi," ujar Melia.
Ketiga orang itu langsung memberondongiku dengan berbagai pertanyaan sampai aku bingung harus merespon yang mana.
"Di mana Astha?" Aku tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memilih menanyakan sesuatu yang lain.
"Dara." Agatha menegur. "Kita dari tadi khawatir sama kondisi Lo. Tapi, Lo malah cari Astha. Emang ada apa sama cowok itu sampai Lo harus cari-cari dia?"
"Tha, jangan teriak-teriak. Ini di depan kelas, banyak orang yang liatin," tegur Deva.
"Habisnya gue kesel, Dev. Kita khawatirin Dara, tapi dia malah cariin orang lain," ungkap Agatha.
"Astha gak ada di kelas, Ra. Emangnya kenapa Lo cari dia? Ada perlu apa?" tanya Deva.
Jika Astha tidak ada di kelas, artinya cowok itu belum kembali dan entah di mana keberadaannya sekarang.
"Enggak kok, bukan apa-apa," kataku.
Karena perasaanku masih jauh dari kata baik, aku berniat untuk istirahat di dalam kelas. Tapi, langkahku bahkan belum sampai di depan pintu, tiba-tiba Ghio muncul sambil berteriak.
"Dara, Dara, Dara."
Bukan hanya aku, tapi Deva, Agatha, dan Melia ikut berhenti. "Apaan sih Ghio teriak-teriak. Budek nih kuping gue," kata Agatha.
"Gawat Ra gawat." Ekspresi Ghio terlihat benar-benar panik. "Itu, Arvin datang nyerang Astha," ungkapnya.
"APA?" Semua orang terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...