BAB 58 || SANG PENGACAU

19 2 0
                                    

Pagi hari memang menjadi waktu paling pas untuk menikmati secangkir kopi susu dan roti dengan toping selai strawberry

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pagi hari memang menjadi waktu paling pas untuk menikmati secangkir kopi susu dan roti dengan toping selai strawberry. Apalagi dimakannya sambil mendengarkan musik di teras rumah.

Hari Minggu kali ini aku memang tidak ke mana-mana dan memutuskan untuk menghabiskan waktu libur di rumah saja.

Seharusnya semua planning yang sudah aku susun bisa berjalan lancar, jika saja seorang pengacau tidak datang memancing emosiku pagi-pagi karena dengan tanpa rasa malu mencomot satu potong rotiku tanpa izin.

"Tau aja Lo kalo gue mau datang, sampai repot nyiapin roti sama kopi segala."

Aku hanya bisa terdiam memandangi sang pelaku yang tak lain adalah Arvin ketika melahap roti itu hanya dengan beberapa kali gigitan.

Saat Arvin ingin meraih gelas kopi susu di atas meja, dengan sigap aku menariknya. "Ini minuman gue. Lagian …," Lalu menyembunyikannya ke pinggir meja yang sulit dijangkau oleh cowok itu. "Siapa juga yang siapin ini semua khusus buat Lo. Dasar GR."

"Lah, jadi makanan sama minuman ini bukan buat gue?" Wajah Arvin kebingungan. "Terus kenapa Lo gak bilang dari tadi? Udah gue makan satu padahal."

"Gimana mau bilang, kalo Lo aja baru datang langsung main ambil. Lupa gimana caranya nanya?" balasku.

Arvin mendesah kecewa kemudian beranjak duduk di kursi samping meja sambil meletakkan barang-barang yang ia bawa di sana.

Sejak Arvin memasuki gerbang rumah, aku sudah penasaran tentang tujuannya datang. "Ngapain Lo datang ke sini pagi-pagi?"

Dilihat dari pakaiannya yang hanya berupa kaos dan celana kain diatas lutut, ditambah wajah kucel, sudah cukup menjelaskan bahwa cowok itu baru saja bangun tidur dan belum mandi.

"Emangnya gak boleh?" tanya Arvin.

"Gue nanya, bukannya ngelarang Lo buat datang." Hampir saja sendok yang tadinya di atas piring melayang ke wajah Arvin.

"Oh." Arvin menyengir. Dari gerak-geriknya sudah mengundang kecurigaan. "Gue hari ini numpang cuci motor yah di sini." Dan dugaanku terbukti benar.

Aku melarikan pandangan ke motor Arvin yang terparkir di depan rumah. "Itu motor udah berapa hari gak dicuci. Lo ngelewatin jalan becek di mana bisa kotor banget gitu."

"Emh, berapa yah?" Arvin berpikir. "Mungkin dua mingguan."

Aku bergidik. "Jorok banget sih, Lo."

"Ya makanya mau gue cuci sekarang biar gak dibilang jorok lagi." Arvin berdiri menengok ke kanan dan kiri. "Jadi, di mana gue harus cuci motor?"

"Yakin Lo sanggup cuci sendiri. Kotor banget itu." Aku bersidekap.

"Oh, jadi Lo mau bantuin gue buat cuci motor? Gak salah deh gue ke sini. Lo emang baik hati banget, Ra." Mata Arvin berbinar.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang