Ketika bel istirahat berbunyi, aku juga keluar dari perpustakaan dengan perasaan yang jauh lebih baik setelah membaca buku.Sepanjang perjalanan aku banyak menunduk untuk menyembunyikan wajah kacauku dari orang-orang. Tiba di koridor kelas dua belas IPS, dari kejauhan aku bisa melihat Deva, Melia, dan Agatha sedang mengobrol satu sama lain di depan kelas. Mereka langsung melayangkan berbagai pertanyaan saat melihat kedatanganku.
"Dara." Agathalah yang pertama kali menyadari kehadiranku. "Lo dari mana aja?" Kepanikan di wajahnya terpancar jelas seolah aku baru saja hilang ditelan bumi.
"Kita nyariin Lo dari tadi. Kenapa gak balas pesan kita-kita?" tanya Deva sama paniknya.
"Eh, bentar. Mata Lo kok bengkak, kayak orang habis nangis." Melia mengarahkan telunjuknya ke wajahku.
"Aduh, kalian nanyanya kenapa borongan sih, jadi gue harus jawab yang mana dulu?" Aku memandang ketiganya secara bergantian.
"Jawab pertanyaan gue dulu." Agatha menarikku untuk melihat ke arahnya. "Jadi Lo tadi ke mana sampai bolos jam pelajaran kedua?"
Aku menyengir. "Ada kok. Habis keliling sekolah."
Terdengar helaan napas lega dari Deva. "Harusnya Lo ngasih kabar, biar kita gak panik kalo Lo tiba-tiba hilang kayak tadi."
"Sebenarnya gue takut banget karna harus bolos." Sebagai pembolos awam, ketakutan pasti aku rasakan. "Tapi, gue lebih takut masuk kelas dengan kondisi kacau. Entar ditanya yang macam-macam bingung mau jawab apa."
"Iya, Ra. Kita ngerti kok perasaan Lo. Makanya tadi kita bilang Lo sakit dan lagi istirahat di UKS pas diabsen. Untung aja alasan kita dipercaya," kata Melia.
Aku benar-benar merasa bersalah sudah membuat ketiga sahabatku berbohong. "Sorry and thank you. Kalian udah nyelamatin gue. Tapi, next time gak harus bohong. Gue gak masalah kok harus diabsen bolos. Gue kan emang sengaja bolos."
"Next time Lo bilang?" Mata Agatha melotot. "Jangan harap ada bolos-bolos lagi cuma karna menghindari masalah. Lo kan gak salah, jadi ngapain kabur."
"Benar kata Agatha. Seharusnya Lo bisa lebih tegas kalo emang gak salah," tambah Deva.
Aku memandang mereka bertiga dengan mata berbinar. "Jadi, kalian percaya kalo gue gak salah?"
"Ya percaya, lah. Kita yakin seratus persen kalo Lo gak mungkin lakuin itu, kecuali tanpa sengaja." Seketika aku kagum dengan pemikiran cewek itu yang terdengar bijak seperti Deva.
"Makasih, yah." Kami berpelukan beberapa saat sebelum masuk ke dalam kelas.
Tiba di depan pintu, tiba-tiba seseorang menghadang jalan kami. Sontak aku menegang melihat Gia sudah berdiri di hadapanku.
"Mau apa lagi Lo?" Agatha yang bertanya.
"Gue mau ngomong sama Dara," jawab Gia.
"Lo belum puas? Gara-gara Lo marah gak jelas sama Dara, dia sampai bolos pelajaran tadi. Itu karna dia takut ketemu sama Lo," kata Agatha. "Jadi, kalo Lo cuma mau marah-marah mending minggir."
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Novela JuvenilJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...