Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas, semakin malam, permainan kami bertambah seru meski waktu hampir menginjak tengah malam.Aku yang awalnya ragu untuk ikut dalam permainan pada akhirnya juga menikmati dan benar-benar dibuat terhibur sampai sulit berhenti tertawa. Terlebih saat menyaksikan ekspresi tersiksa mereka yang sudah mendapat giliran menerima pertanyaan dan tantangan.
Seperti Gading. Meski sudah setengah jam berlalu setelah cowok itu menyelesaikan tantangan untuk menghabiskan semangkuk mie, wajahnya masih saja terlihat memerah bagai kepiting rebus. Bukan karena ia alergi mie, tapi karena mie yang dibuatkan khusus oleh Mira tersebut dicampur saos.
Jadi, ketika botol berhenti di depan Gading, cowok itu dengan entengnya memilih dare. Oleh Mira yang iseng kemudian membuatkan semangkuk mie yang ditambahkan saos lalu meminta Gading untuk menghabiskannya. Padahal kami semua tahu bahwa cowok berkumis itu tidak bisa makan makanan pedas.
Atau yang lebih ekstrim yaitu ketika Agatha mendapatkan tantangan dari Dafa untuk menerima perasaannya kembali, alias mereka harus balikan. Tentu saja hal itu sempat membuat Agatha frustasi karena usahanya untuk melupakan Dafa terancam gagal hanya karena permainan truth or dare.
Meski semua pertanyaan dan tantangan yang harus mereka terima sangat menyiksa batin, tetap saja tidak ada yang boleh protes. Dan permainan harus terus berjalan sampai semua orang mendapat giliran.
Setelah Deva menyelesaikan tantangannya, botol kembali diputar oleh cewek itu. Pada putaran pertama sangat cepat, namun semakin lama semakin menelan hingga akhirnya berhenti tepat di depanku.
Sial …
Aku memandang Deva yang tersenyum begitu lebar, seolah hal itu memang sudah dinantikannya. Bukan hanya Deva, tapi Agatha, Melia, bahkan Indira seperti sengaja bersekongkol untuk membuatku terjebak ke dalam permainan ini.
Aku menarik napas sebanyak mungkin lalu menghembuskannya secara perlahan. Pilihan bahkan belum diajukan, tapi jantungku sudah lebih dulu berdebar.
"Oke Dara, jadi Lo pilih Truth or Dare?" tanya Deva membuat aliran darahku seketika berhenti.
Aku benar-benar dilanda kebingungan. Andai adalah pilihan lain, aku lebih memilih pingsan saja agar terhindar dari permainan konyol ini.
"Gue yakin Dara bakal milih jujur. Dia kan orang terjujur diantara kita berempat," ujar Melia.
"Gue juga mikirnya gitu," sahut Agatha. "Gimana menurut Lo, Dir?" tanyanya kemudian kepada Indira.
"Bener, Dara emang orang yang jujur," sahut Indira ikut-ikutan.
Tentu saja mereka menginginkan aku untuk memilih truth agar bisa berkata jujur. Tapi, jika mereka berpikir begitu, maka aku akan memilih kebalikannya. "Gue pilih dare."
Aku pikir sudah mengambil keputusan yang tepat, karena tidak mewujudkan keinginan Melia, Agatha, dan Indira. Tapi, Deva justru tersenyum puas mendengar pilihanku. Sesaat setelah itu barulah aku sadar sudah terperangkap dalam jebakan keempat orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...