Rencana untuk kembali ke kelas harus tertunda karena Deva, Agatha, dan Melia kompak menggiringku ke UKS. Mereka memaksaku menemui Astha dan memeriksa kondisi cowok itu.Karena tidak ingin disebut lari dari tanggung jawab, akhirnya aku pun terpaksa menurut. Aku setuju karena berpikir ketiganya akan menemani, nyatanya saat tiba di depan pintu UKS mereka menyuruhku masuk sendiri.
Dengan keberanian yang sudah terkumpul aku pun perlahan mendorong pintu dan langsung bertemu dengan seorang siswi yang kemungkinan sedang berjaga saat tiba di dalam.
"Tadi ada cowok yang masuk sini gak?" tanyaku memastikan karena tidak melihat keberadaan Astha.
Siswi kelas sepuluh itu menunjuk ranjang pertama yang tertutupi tirai berwarna putih. "Ada Kak. Lagi istirahat di sana," jawabnya.
Di tangan siswi itu terdapat kotak P3K yang pasti untuk mengobati Astha. "Sini, biar gue yang obatin. Dia teman satu kelas gue."
Siswi itu tidak menolak dan langsung memberikan kotak P3K tersebut kepadaku sebelum pamit untuk keluar. Padahal sudah bagus ia tetap berada di dalam agar aku tidak perlu merasa terlalu canggung.
Setelah menarik napas sebanyak tiga kali barulah aku berjalan menghampiri ranjang rawat dengan langkah pelan. Saat menyibak tirai, Astha terlihat sedang dalam posisi berbaring. Tapi, ia buru-buru bangun saat melihat kedatanganku.
Sebelumnya aku selalu berdoa dan meminta untuk bisa lebih dekat dengan Astha, tapi sekarang aku justru merasa takut untuk menemuinya.
"Gi-gimana kondisi Lo?" Seharusnya aku sudah bisa menyimpulkan sendiri dengan melihat hidung Astha yang memerah dan mengeluarkan darah. Cowok itu pasti sedang sangat kesakitan.
Tidak ada jawaban, Astha hanya diam dan tetap mempertahankan ekspresi datarnya.
"G-gue mau bantu bersihin luka Lo." Masih tidak ada jawaban. Tapi, sekali pun Astha menolak aku akan tetap melakukannya.
Aku menarik kursi mendekat ke sisi ranjang agar bisa duduk persis di hadapan Astha. Kotak P3K itu aku letakkan di sisi tubuh Astha kemudian mulai membukanya. Di atas nakas ada sebuah kotak tisu, benda itulah yang aku gunakan untuk membersihkan bercak darah yang keluar dari hidung cowok itu.
Dalam hati aku mengutuk bola basket juga taruhan konyol Agatha yang berhasil mengurungku di UKS bersama Astha lengkap dengan segudang rasa bersalah.
"Gue minta maaf." Setelah diam beberapa menit akhirnya aku kembali mendapatkan keberanian untuk bicara.
Astha masih tetap diam. Entah karena menahan rasa sakit atau karena marah sehingga ia tidak mau bicara padaku. Meski seperti orang bodoh yang bicara sendiri, setidaknya hal itu cukup membantu konsentrasiku untuk mengobatinya.
Saat ini aku tengah mengoleskan salep, karena setelah aku perhatikan dari jarak dekat ada sedikit lebam di atas hidungnya. "Sakit gak? Gimana kalo kita periksa ke dokter. Gue khawatir ada luka dalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Ficção AdolescenteJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...