BAB 90 || DIPAKSA BERHENTI

28 7 0
                                    

Euforia bahagia karena mendapatkan kejutan ulang tahun dengan merayakannya di pinggir danau sambil piknik masih terasa hingga keesokan harinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Euforia bahagia karena mendapatkan kejutan ulang tahun dengan merayakannya di pinggir danau sambil piknik masih terasa hingga keesokan harinya.

Aku bahkan terus mengucap syukur dan terima kasih kepada mereka yang sudah terlibat di momen bahagiaku tersebut sampai berniat untuk mentraktir makanan.

Di jam istirahat kali ini aku sudah mengajak Deva, Agatha, Melia, Indira, juga Dafa untuk makan di kantin. Hanya Adnan dan Ghio yang tidak ikut serta karena kedua cowok itu sudah menghilang lebih dulu meninggalkan kelas sebelum aku sempat mengajak mereka. Tapi, aku tetap akan mentraktir keduanya di lain hari karena hal itu sudah merupakan janjiku pada diri sendiri.

Yang kami makan kali ini adalah nasi goreng. Awalnya hanya aku dan Deva yang memesan menu itu sebelum mereka semua ikut memesan makanan serupa. Padahal aku sudah mengatakan di awal bahwa mereka bebas memesan apapun tanpa khawatir dengan harga karena aku yang akan membayar semuanya. Tapi, mereka tetap kompak ingin makan nasi goreng.

Karena personil bertambah satu orang yang biasanya hanya berlima, kali ini kami menggunakan dua meja dan membagi diri sama rata.

Meja pertama diisi oleh aku, Deva, dan Indira. Sementara meja kedua diisi oleh Agatha, Melia, dan Dafa. Kami sudah mulai makan sejak tadi dengan tenang meski sesekali ada saja yang menyeletuk membuat suasana tidak benar-benar sepi.

Di saat yang lain masih makan, aku sudah mendorong piringku ke tengah meja.

"Ada apa, Ra?" tanya Indira. "Kenapa gak dihabisin?"

"Kayaknya gue harus pamit duluan deh buat ke toilet. Gak pa-pa kan gue tinggal?" tanyaku kepada mereka semua.

"Tapi, makanan Lo masih ada sisanya sedikit. Habisin dulu," ujar Agatha.

"Emh, perut gue rasanya gak enak. Gak bisa dipaksa lagi buat makan," alibiku.

"Beneran gak bisa nunggu sebentar lagi? Tinggal dikit kok ini." Kali ini Deva yang bicara.

"Gak bisa Dev, perut gue udah sakit banget. Kalian lanjutin aja makannya, biar gue bayar dulu di kasir." Aku segera berdiri dan berjalan menuju kasir untuk membayar enam piring nasi goreng sebelum pergi.

"Biar gue temenin ke toilet yah, Ra," kata Deva saat aku kembali menghampiri meja di mana mereka berada sebelum keluar dari kantin.

"Gak perlu, Dev. Lo lanjutin aja makannya, nanggung. Habis dari toilet gue juga bakal langsung balik ke kelas." Setelah menolak tawaran mereka yang ngotot ingin menemaniku ke toilet, akhirnya aku pun keluar dari kantin.

Aku berjalan dengan langkah terburu-buru bukan menuju toilet melainkan kembali ke kelas. Yang aku katakan kepada mereka tadi hanya sebuah alasan agar bisa pergi lebih dulu untuk melakukan hal lain.

Sesampainya di kelas aku tidak menemukan siapa pun termasuk Adnan dan Ghio yang entah pergi ke mana sejak tadi. Aku kembali berlari memasuki kelas menuju mejaku di belakang lalu menarik sesuatu keluar dari laci.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang