Satu minggu menjelang tanggal tujuh belas Agustus semua organisasi ekstrakurikuler mulai sibuk melakukan latihan untuk persembahan di hari kemerdekaan negara nanti. Tak terkecuali organisasi yang selama ini aku ikuti, yakni Pramuka.Aku sedang berada di depan kelas sebelas IPS untuk berlindung dari sinar matahari sambil memperhatikan teman-teman satu organisasiku latihan parade di tengah lapangan basket out door.
Sebenarnya parade dari Pramuka yang akan ditampilkan saat tanggal tujuh belas mendatang awalnya dikhususkan untuk kelas sepuluh dan sebelas, tapi karena mereka masih membutuhkan bimbingan dari kelas dua belas, akhirnya para pengurus inti organisasi pun diminta oleh pembina untuk ikut serta. Itulah sebabnya mengapa aku, Agatha, dan Melia datang ke sekolah sore ini, yaitu untuk menemani Deva sebagai pradana putri latihan.
"Sayang banget kelas dua belas gak dibolehin ikut berpartisipasi dalam parade kecuali pengurus inti. Gue kan jadi gak bisa unjuk kebolehan di depan adik kelas." Agatha yang duduk di tengah antara aku dan Melia bicara setelah menghabiskan satu bungkus keripik singkong rasa barbeque seorang diri.
"Jadi sebenarnya tujuan Lo ikut parade itu untuk membanggakan organisasi kita atau cuma karna mau caper sama adik kelas?" tanya Melia.
"Lo pernah denger istilah menyelam sambil minum air gak, Mel?" tanya Agatha balik. "Kalo misalnya gue ikut parade, selain bisa banggain organisasi Pramuka sekalian unjuk bakat ke orang dong, apalagi sama adik kelas yang cakep-cakep. Khususnya Petra, duh."
"Sumpah, Lo tadi sarapan pake ulat keket? Genit banget sih," ujarku. "Ingat umur, Tha. Cari yang usianya di atas kita atau minimal yang seumuran dong. Masa ngincer brondong."
"Gini yah, Ra. Lo tau kan kalo cinta itu buta, gak mandang usia. Mau usianya lebih tua atau jauh lebih muda pun kalo udah cinta yah cinta aja," ujar Agatha.
Dahiku mengkerut. "Kalo cinta itu buta, Lo pasti gak bakal pandang muka dulu baru suka sama orang," kataku.
"Nah." Agatha menjentikkan jarinya. "Cinta itu emang buta, tapi mata gue masih bisa melihat dengan normal. Perumpamaannya gini." Agatha mengatur posisi duduknya sebelum melanjutkan. "Di depan Lo ada buah apel yang masih segar dan buah apel yang udah busuk. Lo pilih mana? Pasti pilih yang masih seger dong. Sama halnya pas milih pasangan. Kalo ada yang cakep buat memperbaiki keturunan nanti, kenapa harus pilih yang biasa aja, haha." Tawa cewek itu pecah begitu kerasnya.
"Gak tau gue mau ngomong apa lagi," ujarku.
"Biarin aja, Ra. Biarin dia seneng-seneng dulu. Masalah akhirnya kan gak ada yang tau," kata Melia.
"Sahabat Lo ini Mel, udah stress semenjak kenal sama Petra. Bentar lagi gila beneran dia," kataku.
"Nah." Agatha lagi-lagi berteriak. Bukan hanya aku dan Melia, tapi beberapa orang yang ada di sekitar lapangan menoleh ke arah kami. Mungkin karena mereka terkejut mendengar suara Agatha. "Sayang banget Petra masuk organisasi PKS, bukan Pramuka."
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...