BAB 50 || LEBIH HANGAT

19 5 0
                                    

Aku mungkin tidak terlahir dari keluarga dengan kekayaan yang berlimpah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku mungkin tidak terlahir dari keluarga dengan kekayaan yang berlimpah. Bahkan bisa dikatakan bahwa aku hidup dengan sangat sederhana di tengah kota besar.

Tapi, meski demikian jika ingin membeli sesuatu, sekali pun aku tidak pernah mengeluh karena kehabisan uang. Aku tidak pelit untuk masalah perut, jika ingin sesuatu dan uangnya ada maka tidak perlu berpikir dua kali pasti akan aku beli.

Meski jarang terlihat, bukan berarti aku tidak pernah berbagi dengan sesama. Dan ketika sudah memberikan sesuatu kepada orang lain, tidak pernah sekalipun dalam benakku berharap mendapatkan balasan atau minta digantikan.

Lalu ketika Astha tiba-tiba menghampiri tempat dudukku di jam istirahat sambil menyodorkan uang, membuat bukan hanya aku tapi juga ketiga sahabatku kebingungan.

"K-kenapa Lo ngasih gue uang?" Untuk beberapa saat aku membiarkan tangan Astha yang memegang uang tetap menggantung di udara.

"Untuk yang kemarin." Karena aku tak kunjung menerima, uang itupun Astha letakkan di atas meja. "Terima kasih."

Aku memandang uang itu dan Astha yang langsung berlalu kembali ke kursinya secara bergantian.

"Uang apaan sih, Ra?" Agatha yang penasaran beralih menatapku.

Aku tidak sempat menjawab pertanyaan Agatha karena buru-buru berdiri setelah mengambil uang di atas meja untuk mengejar Astha yang sudah berjalan menuju pintu.

"Astha," panggilku.

Astha sempat menoleh, tapi tidak berhenti melangkah. Aku pun kembali mengejarnya sampai di depan kelas. "Astaga, tunggu dulu, Tha."

Astha tiba-tiba berhenti, membuatku hampir menabrak punggung cowok itu. "Kenapa?" Cowok itu berbalik.

"Ini." Aku menyodorkan uang yang tadi ia letakkan di atas meja. "Lo ninggalin uangnya di meja gue."

"Itu uang Lo." Sama seperti aku, Astha juga tidak langsung menerima sodoran uang itu. "Buat gantiin uang jas hujan sama kopi kemarin," lanjutnya.

"Kayaknya gue gak ada nyuruh buat ganti, deh." Aku menurunkan tangan ke samping saat tidak ada tanda-tanda Astha akan menerimanya.

Astha kembali mengabaikan ucapanku dengan berbalik dan berjalan pergi. Lagi-lagi cowok itu membuatku harus mengejarnya. "Eh. Ini uangnya kelupaan lagi."

"Ambil aja." Kali ini Astha tidak berhenti, membuatku terpaksa harus menarik lengannya.

Aku yakin, bukan karena tarikanku yang membuat Astha berhenti, tapi mungkin karena tatapan penasaran orang-orang yang melintas di koridor membuatnya tidak nyaman. "Sesuatu yang udah gue kasih ke orang gak bisa gue ambil lagi," kataku.

"Gue gak suka ngerepotin orang."

"Gue gak repot sama sekali."

"Gue gak mau berhutang sama orang."

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang