BAB 67 || DIPERHATIKAN SEPUPU

15 2 0
                                    

Di hari Senin, Arvin menepati janji dengan menjemput untuk mengantarku ke sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di hari Senin, Arvin menepati janji dengan menjemput untuk mengantarku ke sekolah. Jam setengah tujuh ia datang ke rumah kemudian meminta izin kepada mama sebelum berangkat.

Sambil memasang jaket, aku keluar menemui Arvin yang sudah menunggu sejak tadi di depan rumah. "Yuk, berangkat," kataku.

Arvin yang tadinya membelakangiku menoleh. "Lo yakin mau ke sekolah hari ini?" tanyanya dengan dahi mengkerut.

Aku pun ikut dibuat bingung dengan pertanyaannya. "Yakin. Emang kenapa?"

"Bibir Lo pucat banget. Bawah mata juga udah kayak panda." Telunjuk Arvin mengarah ke wajahku. "Kalo masih sakit, mending istirahat aja dulu."

"Gue udah sembuh, kok." Aku berjalan menuruni undukan tangga kemudian menghampiri motor Arvin yang terparkir di depan rumah.

Aku membalik spion motor Arvin untuk bercermin. "Oh, ini sih bukan karna gue sakit, tapi gara-gara gue gak pake bedak sama liptint." Tidak heran jika Arvin berpikir bahwa aku masih sakit, kondisi wajahku memang terlihat sangat mengenaskan tanpa polesan make up.

"Nah, kenapa gak pake?" tanyanya. "Tuh muka udah kayak mayat hidup tau gak."

Rasa malaslah alasannya. Tadi usai mandi aku langsung mengenakan seragam. Menyisir rambut juga tanpa bercermin. Jadi, aku tidak sempat melihat bagaimana kondisi wajahku.

"Gue tau muka gue mengenaskan, tapi gak usah pake ngeledek juga kali." Aku melepas tas lalu meletakkannya di atas jok motor untuk mencari sesuatu di resleting depan.

"Mau ngapain?" tanya Arvin sambil memperhatikan apa yang aku lakukan.

Aku mengaitkan tali masker ke telinga untuk menutupi area hidung hingga dagu. "Gue mau nutupin muka gue yang kata Lo kayak mayat hidup." Aku kembali bercermin kemudian tersenyum di balik masker. "Nah, kalo gini kan masalah udah terselesaikan."

Arvin menggelengkan kepalanya dan tidak lagi banyak protes. "Ya udah terserah Lo aja." Arvin memasang helm lalu naik ke atas motor. "Buruan pake helm Lo. Nanti telat kita."

Aku menaiki tangga untuk mengambil helm di atas meja. Setelah memastikan semuanya lengkap dan tidak ada yang tertinggal, aku kembali menghampiri motor Arvin dan naik di boncengannya.

"Pegangan yang erat, jangan sampai jatuh," pesan Arvin sebelum menjalankan motornya meninggalkan rumah menuju sekolah.

"Gue gak bakal jatuh." Meski begitu aku tetap berpegang pada jaket yang dikenakan Arvin. "Emangnya gue anak kecil yang banyak goyang pas naik motor."

"Kali aja Lo masih pusing, oleng, terus jatuh tanpa gue sadarin." Arvin sedikit mengeraskan suaranya saat berbicara karena kami sudah di dalam perjalanan.

Hari ini Arvin mendapatkan kewarasannya dengan tidak membawaku berkeliling dulu seperti yang sering ia lakukan sebelumnya. Mungkin cowok itu mempertimbangkan kondisiku yang baru saja sembuh.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang