Terhitung satu Minggu lagi pergantian bulan dari Januari ke Februari. Artinya, tinggal satu Minggu lagi juga bimbingan belajar untuk persiapan ujian akan mulai dilaksanakan.Semakin mendekati ujian, waktu belajar juga harus lebih ditingkatkan. Selain itu mempunyai pegangan buku dari setiap pelajaran yang akan diujiankan sangatlah perlu.
Itulah sebabnya mengapa saat semua orang memilih langsung kembali ke rumah ketika bel pulang berbunyi, aku justru masih tinggal di perpustakaan sekolah. Kali ini bukan untuk menumpang menggunakan WiFi gratis, melainkan untuk meminjam buku.
Aku sengaja datang saat jam pulang sekolah ketika tidak begitu banyak orang yang akan berkunjung ke perpustakaan. Karena biasanya antrian untuk mencatat bukti peminjaman tidak terlalu panjang dibandingkan saat jam istirahat.
Di perpustakaan sekolah Harapan Bangsa ini memang tidak pernah kekurangan buku pelajaran meski itu menggunakan kurikulum terbaru sekalipun, sehingga para siswanya tidak perlu lagi repot-repot mengeluarkan uang sendiri untuk membeli buku yang harganya tentu tidak murah.
Setelah mengelilingi beberapa rak, akhirnya aku berhasil mendapatkan tiga buku dengan pelajaran berbeda. Yaitu biologi, fisika, dan kimia. Aku memang tidak begitu menguasai pelajaran fisika dan kimia, tapi tetap meminjamnya untuk berjaga-jaga jika saja nanti tiba-tiba diperlukan.
Usai mencatat nama di buku khusus peminjaman dan mengatur pengembalian setelah ujian berakhir, tanpa berlama-lama aku pun langsung keluar dari perpustakaan karena sebentar lagi akan ditutup oleh penjaganya.
Aku berjalan menyusuri koridor sambil mendekap tiga buku paket yang masing-masing tebalnya seratus lima puluh halaman. Saat sampai di ujung koridor dan akan berbelok menuju pintu keluar, aku berpapasan dengan Deva yang datang dari arah ruang OSIS.
"Loh, Dara. Masih di sini ternyata. Gue kira udah sampai di rumah." Pandangan Deva kemudian turun ke arah buku yang berada di dalam dekapanku. "Buku apaan, tuh? Lo habis pinjam di perpustakaan?"
"Iya, tadi gue minjem buku biologi, fisika, sama kimia." Aku menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan bahwa Deva hanya seorang diri. "Lo sendirian aja? Gue pikir sama Agatha dan Melia."
Karena akan sangat melelahkan jika terus berdiri, kami pun mulai berjalan menuju pintu keluar sambil tetap melanjutkan obrolan.
"Enggak. Melia tadi udah pulang duluan, kan. Palingan sekarang lagi molor siang-siang gini. Kalo Agatha ...." Deva berhenti bicara, terdengar ia sedang menghela napas. "Agatha gak bilang apapun tadi. Sejak kejadian di lorong kantin, dia jadi lebih banyak diem dan gak ngajak siapapun ngomong termasuk gue."
Ucapan Deva memang benar, karena aku menyaksikannya sendiri secara langsung. Agatha yang biasanya terkenal cerewet, heboh, dan berisik, karena perdebatannya dengan Indira tadi pagi membuat sikap cewek itu tiba-tiba berubah ratus delapan puluh derajat. Bahkan biasanya jika Agatha sedang kesal tidak pernah lebih dari tiga jam atau sampai mendiami semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...