Kepulangan teman-temanku kembali menyisakan kesunyian yang kemudian membuat kepalaku pusing sehingga harus beristirahat.Mataku baru saja terpejam beberapa menit, bahkan alam bawah sadar belum mengambil alih sepenuhnya. Tapi, aku kembali harus terjaga saat mendengar suara pintu terbuka lalu tertutup secara pelan tak lama kemudian.
Aku membalikkan badan karena tadi membelakangi pintu untuk melihat siapa yang masuk, tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran siapapun. Pandanganku kemudian mengarah ke meja belajar yang awalnya kosong, tapi kini sudah terisi dengan sebuah kantong plastik berwarna putih khas minimarket.
Tentu saja itu bukan bingkisan yang dibawa Agatha bersama teman-temanku tadi, karena roti dan susu pemberian mereka sudah aku bawa ke dapur.
Karena penasaran, aku pun bangun untuk melihat isi kantongan tersebut yang setelah kuperiksa ternyata berisi buah anggur dan apel. Sangat kebetulan karena aku memang menyukai dua jenis buat itu.
Setelah mengambil satu apel berwarna merah, aku keluar dari kamar untuk mencari siapa orang yang membawa buah-buahan tersebut.
Ketika membuka pintu, samar-samar terdengar percakapan dua orang dari ruang tamu. Suara yang terdengar familiar tersebut membuatku bisa dengan mudah menebak siapa pemiliknya meski tanpa melihat secara langsung.
Dengan langkah pelan aku berjalan menuju ruang tamu. "Arvin," panggilku.
Arvin yang duduk di sofa ruang tamu bersama mama mendongak. "Loh, ternyata kamu tidak tidur, Ra?" tanya mama.
Tadi, aku memang sempat memberitahunya ingin tidur. Tapi, tidak jadi karena ada sebuah gangguan. "Belum," jawabku kemudian beralih memandang Arvin. "Yang masuk ke kamar tadi siapa? Elo, Vin?" tanyaku pada cowok itu.
"Iya, hehe." Arvin menyengir. "Tapi, gue udah minta izin duluan kok sama Tante Mia. Karna dibolehin jadi gue masuk."
"Iya benar. Tadi mama yang suruh Arvin masuk ke kamar karna mama pikir kamu udah tidur, jadi gak usah marah sama dia," ucap mama membela Arvin.
Bukan marah, aku hanya ingin memastikan siapa orang yang masuk ke kamarku tadi. Dan mengetahui orang itu adalah Arvin, rasa penasaranku sudah terobati. "Dara cuma nanya buat mastiin kok, bukan mau marah," kataku.
"Ya sudah. Kamu jangan berdiri terus di sana, nanti kepalamu pusing lagi." Mama berdiri lalu membawaku duduk di sofa single yang sebelumnya beliau duduki. "Istirahat di sini, temani Arvin. Mama mau lanjut pekerjaan di dapur dulu."
"Arvin, jagain Dara sebentar, yah," pinta mama kepada Arvin sebelum berlalu masuk ke dalam rumah menuju dapur.
"Lo kenapa tiba-tiba datang ke sini?" Pertanyaanku membuat Arvin berhenti memainkan handphonenya.
Cowok itu kemudian menoleh melihatku. "Jenguk orang sakit," jawabnya.
Rasa pusing yang sesekali menyerang membuatku harus membaringkan kepala di sandaran sofa. "Gak sekalian tunggu gue sampai sembuh aja baru datang jenguk?" sindirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...