Aku baru saja tiba di sekolah. Bahkan baru mencari tempat parkir, belum melepas helm dan belum membuka jaket, tapi sudah ada yang menelepon sepagi ini.Karena terlambat mengangkatnya, panggilan itu berakhir dengan tidak terjawab. Aku pikir penelepon tersebut tidak akan menghubungi lagi, tapi saat berjalan ke arah pintu masuk handphoneku kembali berbunyi.
Sebelum suara nada dering dari handphoneku menarik perhatian semua orang yang berlalu lalang di sekitari parkiran, aku segera mengangkat panggilan itu yang ternyata dari Agatha.
"Halo."
"Ra, Lo di mana? Buruan ke sekolah sekarang. Lo gak mau terlambat ikut upacara, kan?"
"Gue udah di sekolah. Barusan banget sampai."
"Oh yah? Bagus deh kalo gitu. Ya udah, bye."
Agatha langsung mematikan sambungan teleponnya sebelum aku sempat bertanya tujuan ia menelepon untuk apa.
Beberapa detik aku terdiam sambil memandangi layar handphoneku yang sudah menghitam sebelum kembali melanjutkan perjalanan masuk ke pekarangan sekolah setelah menyimpan handphone itu ke dalam saku rok.
Di lapangan upacara sudah ramai oleh beberapa orang berjas biru gelap yang merupakan almamater kebanggaan anggota OSIS. Mereka terlihat sibuk melakukan berbagai persiapan.
Di depan beberapa kelas sebelas dan sepuluh bahkan sudah banyak orang yang berkumpul seolah sengaja menunggu waktu upacara yang akan segera dimulai.
Aku berani bertaruh, jika saja bukan karena hari ini tanggal tujuh belas Agustus di mana akan diadakan upacara kenaikan bendera untuk memperingati hari kemerdekaan republik Indonesia, tidak mungkin mereka semua akan stay di sekolah sepagi ini.
Biasanya jika kondisi sekolah sudah seramai ini, aku akan buru-buru berlari menuju kelas. Tapi, kali ini aku sengaja memelankan langkah agar bisa memperhatikan setiap sudut lapangan upacara yang sudah didekorasi sedemikian rupa oleh anggota OSIS.
Bahkan setelah tiba di lantai dua pun, aku masih terus memperhatikan kondisi lapangan dari atas. Tidak jauh berbeda dengan kondisi kelas sebelas dan sepuluh, koridor kelas dua belas di lantai dua pun sudah sangat ramai, termasuk di depan kelasku.
"Wah, tumben banget kalian udah dateng sepagi ini." Aku berjalan menghampiri satu bangku yang diduduki oleh Mira, Anggi, dan Riana. "Tapi, baguslah."
"Demi bisa dapat barisan paling depan buat liat setiap organisasi tampil parade nanti," ujar Mira.
"Kalo gak ada persembahan parade setelah upacara, mana mau mereka berdiri di barisan depan, Ra," kata Riana dengan sindiran khasnya.
Mira dan Anggi sama sekali tidak keberatan membenarkan ucapan Riana. "Ya pasti, lah. Kalo kita berdiri di barisan paling depan pas upacara susah buat ngobrol, yang ada ditegur kayak anak IPS kapan hari tuh karna ketahuan bisik-bisik," ujar Anggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Roman pour AdolescentsJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...