BAB 23 || BOLA NYASAR

2.2K 70 6
                                    

Pelajaran Bahasa Indonesia di kelasku Selasa pagi ini berakhir lebih cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelajaran Bahasa Indonesia di kelasku Selasa pagi ini berakhir lebih cepat. Setelah Pak Burhan meninggalkan kelas, aku dan anak cewek yang lainnya pun mulai bergegas mengganti pakaian di toilet untuk mengikuti pelajaran olahraga di jam kedua.

Setelah bel pergantian pelajaran berbunyi, barulah kami semua menuju lapangan olahraga indoor di mana Pak Darma sudah menunggu. Beliau meminta kami berbaris dengan rapi untuk melakukan pemanasan sebelum masuk ke materi.

Kami berbaris secara acak dan membagi diri menjadi ke dalam empat kelompok. Setelah rapi, barulah Adnan selaku ketua kelas diminta maju ke depan untuk memimpin pemanasan. Perenggangan otot seluruh badan dilakukan satu kali, kemudian dilanjutkan dengan lari mengelilingi lapangan basket selama tiga kali.

Setelah hitungannya cukup, kami kembali berkumpul di tengah lapangan sesuai urutan saat berbaris tadi.

Hari ini kelasku akan mempelajari materi bola basket, yaitu cara men-dribble dan melempar bola. Sebelum memulai, Pak Darma lebih dulu membagi dua tim antara cowok dan cewek. Di mana cowok mendapat giliran pertama untuk latihan, sedangkan pihak cewek diminta menepi ke pinggir lapangan sambil menunggu giliran.

Jujur saja, aku tidak terlalu suka olahraga basket. Bukan hanya basket, tapi semua jenis olahraga yang tidak aku kuasai. Mungkin karena aku jarang bisa mencetak poin saat melempar bola ke dalam ring. Padahal sekilas terlihat sangat mudah jika orang lain yang melakukannya.

Anak cowok sudah mulai latihan secara bergantian setelah Pak Darma menjelaskan tata cara men-drible dan melempar bola. Sementara aku dan ketiga sahabatku duduk di pinggir lapangan sambil menonton.

"Gaes, gue punya ide. Gimana kalo kita taruhan?" kata Agatha yang langsung menarik perhatianku untuk menoleh ke arahnya setelah tadi lebih fokus ke tengah lapangan.

"Astaghfirullah, taruhan itu perbuatan tidak baik. Dosa!" sembur Melia yang duduk persis di samping Agatha.

"Cuma taruhan biasa bukan judi. Dengerin dulu apa penjelasan gue." Agatha mengerucutkan bibir membuat ekspresinya terlihat lucu sekali.

Aku yang duduk di posisi paling ujung harus mencondongkan kepala ke depan agar bisa terlihat olehnya. "Ya udah coba jelasin gimana caranya."

Agatha memasang ekspresi serius. "Jadi, kita tanding. Siapa yang berhasil mencetak poin paling banyak dalam waktu lima menit, maka akan mendapatkan traktiran dari yang kalah," jelasnya.

"Menarik. Tapi, ditraktir apa dulu, nih?" Deva berujar semangat mendengar tawaran Agatha.

"Makan sepuasnya di kantin hari ini. Tapi, harus sportif. Gak boleh kabur kalau ketahuan kalah," lanjut Agatha dibalas anggukan oleh Deva.

"Setuju. Tapi, gue punya usul lain." Kami melarikan etensi ke arah Melia yang bicara. "Tandingnya jangan perorangan. Kita bagi dua tim. Jadinya dua lawan dua. Terus waktunya ditambah agak lamaan," jelasnya.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang