BAB 81 || TERTIMPA BATU

20 3 0
                                    

Karena mataku baru bisa tertutup di jam empat, maka aku hanya memiliki kesempatan tidur dua jam setelah kembali terbangun di jam enam pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Karena mataku baru bisa tertutup di jam empat, maka aku hanya memiliki kesempatan tidur dua jam setelah kembali terbangun di jam enam pagi.

"Astaga, kalian berdua kok susah banget dibangunin. Kayak orang habis begadang aja." Samar-samar aku mendengar suara Agatha yang sedang mengoceh. "Bangun, kita udah mau bongkar tenda ini."

Dengan susah payah aku pun membuka mata. "Astaga Agatha, Lo kenapa berisik banget sih pagi-pagi," ujarku. "Gue masih ngantuk."

"Gue juga masih ngantuk, tapi terpaksa bangun daripada digusur sama anak cowoknya." Tidak hanya membangunkan dengan suara keras, tapi Agatha sampai menarik tanganku sampai berubah posisi menjadi duduk.

"Deva, Lo juga bangun jangan kebo, woi." Agatha kemudian beralih membangunkan Deva.

Di dalam tenda hanya ada kami bertiga. Sementara Kiki sudah tidak terlihat lagi keberadaannya.

"Kiki mana?" tanyaku sambil pelan-pelan mengumpulkan kesadaran.

"Dia udah duluan buat sarapan sama Indira." Agatha mendudukkan dirinya. Tarikan napasnya juga terdengar jelas sangat cepat.

"Terus Lo ngapain masih di sini?" Setelah benar-benar sadar, aku pun berdiri kemudian berjalan menuju pintu keluar.

Dengusan dari Agatha terdengar. "Lo nanya ngapain gue masih di sini? Ya, karna gue mau bangunin Lo, lah. Ingat, kalo pagi siapa yang bertugas buat sarapan?"

"Terus kenapa gue ikut dibangunin. Kan bukan tugas gue bikin sarapan," ucap Deva yang membuatku berhenti melangkah.

"Tuh, Deva udah bangun. Ngapain lagi Lo masih di situ?" Setelah mengatakan itu aku pun benar-benar keluar dari tenda.

Sambil menjepit rambut, aku berjalan menuju dapur. Benar kata Agatha, Kiki dan Indira sudah lebih dulu kerepotan menyiapkan sarapan.

"Morning Dira, Kiki. Apa nih yang bisa gue bantu?" Indira dan Kiki terlihat sibuk memasak sesuatu di dalam panci hingga tidak menyadari kedatanganku.

"Eh Dara, kebetulan Lo udah datang. Tolong buatin teh untuk anak-anak cowoknya, yah," ujar Indira.

"Teh? Oke, boleh." Aku bergegas mengambil gula dan teh celup kemudian Indira menunjukkan panci berisi air panas.

Tak perlu waktu lama, teh buatanku pun jadi. "Udah jadi, nih. Apa sekalian gue bawa ke anak-anak cowoknya?"

"Iya, Ra. Tolong, yah. Bubur ini gak bisa ditinggal soalnya, takut gosong," ujar Indira.

"Kalian bikin bubur?" Aku berjalan mendekat hanya untuk melihat bubur yang dimasak Indira dan Kiki. "Kok bisa kepikiran?"

"Bisa dong. Lo suka, kan?" tanya Kiki. "Tapi jangan ngarepin ini bubur ayam yah, adanya cuma telur. Jadinya bubur telur, wkwk."

Aku tertawa. "Boleh juga. Itu varian baru dari bubur yang patut dicoba," kataku.

"Apa nih rame-rame. Ngetawain apa kalian?" Kami sama-sama menoleh saat mendengar suara Agatha yang baru datang.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang