BAB 47 || GEBETAN BARU

15 3 0
                                    

Drttt

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Drttt ... Drttt ...

Aku berhenti melangkah saat merasakan getaran di saku rok disusul suara nada dering handphone yang menandakan panggilan masuk. Saat melihat layar, rupanya panggilan itu berasal dari Melia.

Setelah menggeser icon telepon berwarna hijau, aku mendekatkan benda pipih itu ke telinga.

"Halo."

Terdengar suara dari seberang tapi bukan Melia. Aku menjauhkan handphone itu ke depan wajah untuk melihat sekali lagi nama yang tertera di layar. Namanya memang Melia, tapi aku tidak mungkin salah mengenali bahwa orang yang berbicara saat ini adalah Agatha.

"Ra. Mana sih orangnya. Ngangkat tapi gak ada suara."

"Iya, halo. Kenapa Tha?"

"Di mana Lo? Buruan ke taman. Kita tunggu di sini."

"Ngapain?"

"Dzikiran. Buset dah Lo banyak tanya banget. Mending segera ke sini deh."

Lalu panggilan terputus sebelum aku membalas ucapan Agatha.

"Gak sabaran banget," batinku.

Setelah menyimpan handphone kembali ke saku rok, aku memutar arah yang awalnya ingin menaiki tangga menuju kelas kini beralih ke taman.

Jarak yang cukup jauh membuat perjalananku lebih lama, aku bahkan harus berlari meski dengan gerakan yang tidak begitu kencang. Saat jarak taman sudah semakin dekat, dari kejauhan aku bisa melihat Deva, Agatha, dan Melia duduk di salah satu kursi yang tersedia di taman Harsa.

"Nah, itu dia Dara datang." Melia yang pertama kali menyadari kedatanganku berujar membuat Agatha dan Deva menoleh.

"Kalian kapan datang ke sini, kok gak bilang-bilang?" Karena ukuran kursi di taman itu tidak cukup besar untuk memuat empat orang, lagi-lagi aku harus mengalah dengan memilih tetap berdiri. Tapi, ketiga sahabatku ternyata begitu pengertian dengan memilih berpindah duduk ke rumput. Posisi kami pun menjadi duduk  melingkar.

"Terus tadi gue nelfon itu apa kalo bukan bilang." Agatha menyerahkan sebungkus kacang kepadaku sedangkan Deva memberikan sebotol minuman dingin yang biasa aku minum.

"Ini juga dadakan, Ra. Pas Lo ke toilet kita ke sini." Deva berujar sambil membuka kulit kacang sebelum memakannnya.

Aku mencari-cari makanan lain di dalam kantong plastik, tapi isinya hanya ada kacang. "Kalian belinya kacang semua? Mau bikin sakit gigi atau apa?"

Agatha buru-buru menunjuk Melia. "Nih, kelakuan dia. Disuruh beli camilan ngambilnya satu macam, mana kacang lagi. Masih mending kripik pisang."

Melia menyengir sambil memperlihatkan deratan giginya yang rapi. "Ya maaf. Soalnya bingung karna kebanyakan jenisnya. Tapi, kacang rasanya juga enak kok."

Karena tidak ada pilihan lain, maka aku pun tetap memakannya. Mengabaikan mitos yang mengatakan bahwa terlalu banyak makan kacang akan mempercepat pertumbuhan jerawat.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang