BAB 35 || PERGI BERDUA

24 4 0
                                    

Aku sudah menduga sejak awal bahwa kedatanganku berdua dengan Astha memasuki kelas akan mengundang tatapan penasaran dari semua orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku sudah menduga sejak awal bahwa kedatanganku berdua dengan Astha memasuki kelas akan mengundang tatapan penasaran dari semua orang. Tak terkecuali ketiga sahabatku, Deva, Agatha, dan Melia.

Mereka bahkan langsung menghujamiku dengan berbagai pertanyaan. Tapi, untung saja guru yang mengajar di jam pertama segera datang dan aku terselamatkan dari pertanyaan mereka.

Meski begitu Agatha sebagai orang yang paling penasaran tidak membiarkanku lolos lagi ketika jam istirahat tiba. Ia langsung menumpahkan semua pertanyaan yang sudah dipendamnya sejak kurang lebih dua setengah jam lamanya selama proses belajar mengajar berlangsung.

"Lo datang sama Astha?"

"Kalian sengaja janjian?"

"Lo punya hubungan apa sama Astha?"

Kondisi kelas yang masih ramai, karena tidak semuanya keluar meski bel istirahat sudah berbunyi membuat suara Agatha yang bervolume keras itu didengar dengan jelas oleh orang-orang.

"Gak sekalian aja Lo pakai toa ngomongnya, biar satu sekolah denger, Tha?" ujarku.

Agatha mencibir karena aku mencoba mengalihkan pertanyaannya. "Bisa langsung jawab aja, gak? Lo gak mau kan liat gue mati di sini gara-gara penasaran."

"Gue gak sengaja ketemu di depan," jawabku akhirnya. Memang tidak sesuai fakta, karena aku belum berniat menceritakan yang sebenarnya kepada mereka.

"Hah?" Agatha melototkan matanya. "Jadi, gue susah-susah nunggu sampai bel istirahat. Bela-belain gak ke kantin cuma buat dengerin jawaban pendek Lo itu?"

Kedua tanganku menumpu dagu. "Emangnya Lo ngarepin jawaban gue sepanjang apa, Tha?" tanyaku.

"Nih, yah. Dibayangan gue pas liat Lo masuk kelas berdampingan sama Astha kayak pengantin baru, gue pikir kalian ke sekolah barengan. Minimal Astha jemput Lo di rumah gitu."

Napasku berhembus. "Sebaiknya Lo bangun dari mimpi mustahil itu," kataku.

"Gak asik Lo, Ra." Agatha menghela napas kecewa kemudian berdiri dan beranjak meninggalkan kursinya.

Setelah kepergian Agatha, aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang tertunda sejak tadi, yakni merapikan buku pelajaran yang berserakan di atas meja kemudian memasukkannya ke dalam tas.

"Lo kok tumben terlambat datang tadi, Ra?" Setelah Agatha, kini giliran Deva yang mengajukan pertanyaan.

"Gue telat karna ...." Bertemu Astha di halaman belakang sekolah tadi adalah sebuah kebetulan. Mengobrol dengannya sampai lupa waktu juga tidak direncanakan. Lantas bagaimana aku menjawab pertanyaan Deva yang tiba-tiba ini. "Karna ban motor gue tadi kempes di jalan, jadi harus mampir ke bengkel dulu buat tambahin angin." Untung saja otakku bisa diajak bekerjasama sama sehingga berhasil menemukan alasan yang setidaknya tidak akan membuat Deva curiga.

"Oh." Aku pikir pertanyaan Deva cukup sampai di situ, tapi rupanya cewek itu menyimpan pertanyaan lain. "Yang Lo bilang ke Agatha tadi bener, Lo gak sengaja ketemu Astha di depan?"

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang