Ketika hati sedang bahagia, mendung pun dianggap cerah. Bahkan terluka juga tak mengapa.Jika ada yang melihatku, mungkin orang-orang akan beranggapan bahwa aku gila, karena tidak pernah berhenti tersenyum sejak meninggalkan rumah sampai tiba di parkiran sekolah. Bahkan ketika kakiku tak sengaja tersandung sesuatu, bukannya mengadu kesakitan, aku justru tertawa.
"Hampir aja." Aku menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat situasi. "Untung gak ada orang yang liat."
Aku kembali berjalan untuk meninggalkan area parkiran. Tapi, seseorang tiba-tiba datang menghampiriku. "Kakinya gak kenapa-napa, Neng?" tanya Pak Ahmad. Mungkin beliau melihat kejadian di mana aku hampir jatuh tadi.
"Enggak, Pak. Alhamdulillah," jawabku dengan senyum keki. Meski Pak Ahmad hanya security dan sudah bapak-bapak, tetap saja aku merasa malu karena tertangkap basah hampir jatuh.
Pak Ahmad menggumankan kata syukur lalu berpamitan untuk kembali ke pos security. Begitu juga dengan aku yang kembali melanjutkan perjalanan menuju pintu masuk ke pekarangan sekolah.
Seperti biasa, kondisi sekolah masih sangat sepi. Siswa-siswi yang sudah datang masih bisa dihitung jari. Hal ini bisa jadi disebabkan karena jam yang baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Di mana artinya masih ada waktu satu jam lagi sebelum bel masuk berbunyi.
Aku mengamati sekitar sebelum berbelok ke kiri menuju bangunan di mana perpustakaan, aula, dan lapangan olahraga indoor berada. Bukannya mau pergi ke salah satu tempat itu, tapi tujuanku hanya ingin berkeliling sambil bernostalgia dengan waktu awal-awal aku menjadi siswi SMA Harapan Bangsa. Dulu, karena rasa penasaran yang tinggi, aku suka berkeliling menyambangi setiap tempat.
Sebenarnya Harsa ini sangat luas, sehingga untuk menjangkau semua ruangan tidak cukup beberapa menit saja. Tapi, niatku memang hanya untuk mengisi waktu agar tidak terlalu lama menunggu bel masuk, sehingga sekedar lewat di depannya tanpa masuk sudah cukup.
Sebelum kembali ke kelas, aku berbelok ke kantin untuk membeli makanan. Padahal di rumah tadi aku merasa yakin tidak lapar sehingga memilih melewatkan sarapan. Namun setelah berkeliling, rasa lapar itu baru muncul. Aku tidak makan di kantin, tapi hanya membeli sebungkus roti dan sekotak susu rasa coklat yang akan aku makan di kelas nanti.
Setelah kembali dari kantin, sekolah mulai ramai. Tapi, ketika tiba di kelas kondisinya masih kosong padahal jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.
Aku mengedikkan bahu sambil berjalan masuk menuju kursiku di bagian belakang. Menggantung tas di sandaran kursi, lalu duduk. Barulah setelah itu aku mulai sarapan dengan menu ala kadarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Ficção AdolescenteJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...