BAB 22 ||MENGUNGKAP KEBENARAN

1.8K 65 6
                                    

Mengisi waktu istirahat dengan makan di kantin sudah menjadi sebuah rutinitas, jika dilewatkan maka rasanya akan kurang lengkap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mengisi waktu istirahat dengan makan di kantin sudah menjadi sebuah rutinitas, jika dilewatkan maka rasanya akan kurang lengkap.

Absen dua hari saja tidak datang ke kantin, rasanya sudah seperti dua Minggu. Itulah sebabnya mengapa saat ini aku dan ketiga sahabatku begitu antusias menyusuri lorong menuju kantin.

"Menurut kalian bagusnya hari ini gue makan makan mie daging atau bakso?" Entah sudah hitungan keberapa pertanyaan itu diajukan oleh Agatha.

"Kenapa harus milih kalo bisa makan keduanya," kata Deva. Cewek itu memang selalu memiliki jawaban yang logis.

"Apa gak kebanyakan kalo dua, entar kalo perut gue meletus gara-gara kekenyangan gimana?" Agatha masih bingung.

"Gak bakal meletus," sahut Melia. "Perut Lo kan karet," lanjutnya.

Dikatakan demikian tak lantas membuat Agatha tersinggung. Lagipula cewek itu memang sudah memegang predikat sebagai tukang makan.

Sesampainya di kantin kami berhenti di depan pintu saat melihat kondisi di dalam sudah sangat ramai.

"Ini kantin atau pasar sih, kok rame banget," ujar Deva sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin. "Kayaknya udah gak ada meja yang kosong."

"Ada satu." Melia menunjuk sebuah meja di bagian kiri. "Baru aja ditinggal orang." Melihat itu Agatha langsung berlari dan menarik salah satu kursi untuk duduk.

"Santai aja kali, Tha. Kursinya gak bakal lari juga," ujarku kemudian menarik kursi di samping kanan Agatha. Sedangkan Melia dan Deva duduk di kursi seberang meja.

"Takut diduluin orang," jawabnya santai. "Ayo buruan pesen, gue udah lapar."

Karena yang bertugas memesan makanan saat terakhir kita makan bersama adalah Agatha dan Deva, kali ini giliran aku dan Melia.

"Sabar, ini baru mau pergi." Aku kembali berdiri. "Jadi, pada mau pesen apa?"

"Gue mau nasi goreng pedes level tengah. Minumnya jus jeruk tapi esnya setengah gelas." Deva menyebutkan pesanannya.

"Lo apa, Tha? Bakso atau mie daging, nih?" tanyaku kini beralih kepada Agatha yang sejak tadi memperhatikan buku menu.

"Buruan tentuin mau pesan apa, keburu antrian panjang," ujar Melia.

"Iya bentar gue masih bingung soalnya mau pesan apa." Agatha terlihat benar-benar dilema menentukan. "Emh, mie daging aja deh. Tapi, bilangin sama ibu kantin, bawang gorengnya banyakin. Untuk minumnya samain kayak Deva."

"Oke, kita pesan dulu. Sumpah yah, pesanan kalian kenapa aneh-aneh, sih." Aku pun berlalu meninggalkan meja bersama Melia.

"Lo mau pesan apa, Ra?" tanya Melia ketika kami sampai di antrian paling belakang. Di depan kami masih ada tiga orang yang juga sedang mengantri.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang