Perjalanan saat pulang camping tidak semenyenangkan ketika pergi. Alasan pertama karena insiden kecil pagi tadi yang menyebabkan kakiku sakit sehingga kesulitan berjalan. Alasan kedua karena otakku sudah sangat penuh dengan nama Astha sampai pikiranku hanya tertuju padanya tanpa menghiraukan kondisi sekitar."Astaga Dara, Lo mau ke mana?" Seseorang menarik lenganku dengan kasar sampai aku berhasil membalikkan badan seratus delapan puluh derajat.
"Kenapa, Dir?" Aku memandang Indira dengan heran. Terlebih tarikannya terasa sedikit menyakiti lenganku.
"Lo salah jalur. Lihat, Lo mau jatuh ke jurang?" Aku menoleh ke belakang untuk melihat jurang yang dimaksud Indira. Seketika aku menelan saliva dengan susah payah saat menyadari kecerobohanku. "Ini yang Lo bilang mau jalan sendiri, gak mau didampingi?"
Karena kakiku sedang sakit, baik Indira maupun yang lain menawarkan diri untuk membantuku berjalan dengan cara memapah atau sekedar menjaga dari belakang. Namun, aku menolak dengan alasan masih bisa berjalan sendiri meskipun dengan durasi lambat dan sedikit pincang.
"Gue pa-pa kok, Dir." Meski sedikit syok, menyadari aku masih selamat setidaknya membuat lega.
"Iya, karna gue datang di waktu yang tepat. Coba terlambat sedikit aja, Lo bisa bayangin sendiri apa yang bakal terjadi seandainya gue gak buru-buru narik Lo tadi." Indira bergeser sedikit ke samping untuk memberiku kesempatan berjalan lebih dulu.
Aku meringis saat bayangan tubuhku jatuh terguling dari atas dan berakhir tergeletak mengenaskan di dasar jurang.
"Sini tas Lo, biar gue bawain sekalian. Jangan-jangan Lo oleng karna keberatan sama tas ini." Indira tiba-tiba menarik tasku.
Jika saat datang aku membawa beberapa barang di tangan, saat pulang aku hanya membawa tas di punggung saja. Semua ini masih ada hubungannya dengan kakiku yang sakit, mereka semua melarang aku membawa barang berat yang bisa menyulitkanku berjalan. Sedangkan Indira tadi membawa kardus, tapi sekarang entah ia kemanakan benda itu.
"Enggak, enggak usah, Dir. Tas Lo udah berat, kalo ditambah tas gue makin berat nantinya." Aku merapatkan tali ransel sampai ke depan dada agar Indira tidak bisa mengambilnya.
"Tapi, Ra."
"Gak pa-pa. Gue bisa kok." Aku meyakinkan Indira lagi dan untung saja cewek itu mau menuruti permintaanku.
"Ya udah, tapi kita jalannya pelan-pelan aja. Hati-hati juga karna pijakannya agak licin." pesan Indira.
Karena hujan subuh tadi, jalanan memang menjadi sedikit licin. Perlu konsentrasi ekstrak agar tidak salah melangkah atau akibatnya akan tergelincir jatuh ke bawah.
"Yang lain kan udah di depan. Kok Lo bisa balik lagi?" Aku baru bicara saat menemukan jalan yang lapang.
"Sebenarnya tadi gue kebelet pipis, jadinya balik lagi ke sungai. Tapi, untung gue paling belakang turunnya. Kalo gak, mungkin Lo bakal ditemuin sama penduduk sekitar besok harinya di dasar jurang."
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Novela JuvenilJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...